BPHN Perdalam Telaahan atas Usulan RUU untuk Prolegnas 2025-2029, serta Usulan RPP/RPERPRES Dalam Progsun  PP/PERPRES 2025 Sebagai Kunci Penataan Regulasi Berkualitas

BPHN.GO.ID – Jakarta. Dengan segera berakhirnya jangka waktu Program Legislasi Nasional RUU Jangka Menengah 2020-2024, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar kegiatan Lokakarya Prolegnas, Kamis dan Jumat 3 s.d 4 Oktober 2024. Kegiatan ini dihelat untuk melakukan penelaahan terhadap regulasi yang akan masuk dalam Prolegnas RUU Jangka Menengah 2025-2029. Kegiatan lokakarya ini terbagi menjadi 4 Kelompok Kerja (Pokja) yaitu, Pokja 1 Penelaahan Usulan Kemenkumham, Pokja 2 Penelaahan Usulan Bidang Keuangan, Pokja 3 Penelaahan Usulan Bidang Sosbud dan Polhukam, serta Pokja 4 Penelaahan Usulan SDALH serta Ekuin.

Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), Jonny P. Simamora sekaligus Penanggung Jawab Pokja 4 menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan penting dalam memasukkan rancangan peraturan ke dalam Prolegnas adalah hasil dari analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.

“Proses analisis dan evaluasi merupakan fondasi utama dalam pembentukan suatu RUU. Rekomendasi yang dihasilkan dari evaluasi tersebut memastikan bahwa setiap rancangan peraturan yang diusulkan tidak hanya relevan dengan kebutuhan hukum saat ini, tetapi juga layak diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan beban yang tidak perlu bagi negara maupun masyarakat,” jelas Jonny dalam kegiatan yang berlangsung di Hotel Mercure Jakarta Batavia, Jakarta.

Selain itu, Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Djoko Pudjirahardjo selaku Pengarah Pokja 4 menekankan pentingnya keterlibatan kementerian dan lembaga terkait dalam pengusulan RUU. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi dampak potensial yang mungkin timbul dari regulasi yang diusulkan. “Keterlibatan pihak terkait sangat penting agar dampak yang ditimbulkan dari RUU bisa dianalisis dengan baik sejak awal, sehingga tidak menimbulkan masalah dalam penerapannya nanti," ujarnya.

Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya BPHN, Adharinalti sekaligus Ketua Pokja 4, menyoroti pentingnya Cost Benefit Analysis (CBA) dalam penilaian suatu usulan RUU. Ia menjelaskan bahwa analisis ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan keuangan negara dalam mendukung regulasi yang diusulkan. Selain itu, Regulatory Impact Assessment (RIA) juga harus menjadi acuan untuk memastikan bahwa regulasi tersebut dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat yang akan diatur.

“Dalam penyusunan RUU penting untuk memastikan dampak ekonominya melalui Cost Benefit Analysis (CBA) agar negara mampu mendukung kebijakan yang muncul akibat regulasi tersebut. Selain itu, Regulatory Impact Assessment (RIA) juga diperlukan untuk memastikan RUU yang diusulkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak positif yang nyata,” ungkap Adharinalti.

Kemudian, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Oce Madril selaku Narasumber, menyatakan bahwa setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus konsisten dengan amanat konstitusi dan prinsip-prinsip dasar negara hukum. “Pembentukan peraturan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, dan harus selalu mengedepankan kepentingan publik," tegasnya.

Di dalam Kelompok Kerja 4 dilakukan penelahaan terhadap 6 Usulan Rancangan Undang-Undang, 9 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 25 Rancangan Peraturan Presiden. Lokakarya ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang komprehensif dan strategis untuk memperkuat kerangka hukum nasional di masa mendatang.

Kegiatan Lokakarya Prolegnas turut dihadiri oleh Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Arfan Faiz Muhlizi, Sekretaris BPHN I Gusti Putu Milawati, Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional Jonny P. Simamora, serta Plt. Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum Sofyan, Penyuluh Hukum Ahli Utama Audy Murfi dan Djoko Pudjirahardjo, Analis Hukum Ahli Utama Bambang Iriana Djadjaatmadja, serta perwakilan pegawai BPHN.