BPHN.GO.ID – Semarang. Isu perlindungan dan pemberdayaan petani saat ini masih menjadi isu aktual dan penting untuk menjadi perhatian karena Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi pedesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan pertanian perlu diberikan perlindungan dan pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Mengingat peran penting Petani, maka diperlukan peraturan perundang-undangan yang sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut serta sejalan dengan tujuan pembangunan Pertanian, yakni untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan petani. Oleh karenanya upaya perlindungan dan pemberdayaan Petani perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, sistemik, dan holistik, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi Petani.
Pada semester 2 tahun 2022 ini, Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, telah membentuk 3 (tiga) Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum. Salah satu diantaranya mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Alasan diangkatnya tema perlindungan dan pemberdayaan petani untuk melihat bagaimana implementasi perlindungan dan pemberdayaan petani di lapangan. Hal ini juga sejalan dengan RPJMN 2020-2024 dimana pembangunan pertanian menjadi bagian dari tahapan ke-4 dan kelanjutan dari RPJPN 2005-2025. Pada RPJMN keempat (2020-2024), pembangunan sektor pertanian dituntut bisa meningkatkan ketahanan pangan dan daya saingnya guna mendukung terwujudnya pertanian Indonesia yang maju, mandiri dan modern.
Untuk memperoleh informasi, BPHN menyelenggarakan Focuss Group Discussion Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, bertempat di Hotel Gets, Semarang (13/10). FGD tersebut dilaksanakan untuk mendapatkan informasi sekaligus melakukan konfirmasi mengenai isu atau permasalahan terkait perlindungan dan pemberdayaan petani dari pemangku kebijakan atau pemangku kepentingan guna memperkaya dan mempertajam rekomendasi hasil analisis dan evaluasi.
Dalam sambutannya, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy menyampaikan bahwa saat ini sedikitnya terdapat 7 (tujuh) undang – undang yang mengatur tentang Petani. “Seharusnya ketujuh undang – undang tersebut saling berkelindan sehingga dapat membentuk satu peraturan perundang – undangan yang komprehensif dan holistik untuk menguatkan perlindungan dan pemberdayaan Petani,” ungkap Yunan. Menambahkan, banyaknya undang – undang yang mengatur juga dapat berpotensi disharmoni antara undang – undang yang satu dengan lainnya.
Ketujuh undang-undang tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga idealnya seharusnya ketujuh undang-undang tersebut dapat membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang komprehensif dan holistik, namun demikian banyaknya undang-undang yang mengatur dan terkait dengan Petani juga memungkinkan adanya potensi disharmoni antara undang-undang yang satu dengan yang lainnya.
Selain adanya potensi disharmoni peraturan perundang-undangan, terdapat beberapa isu atau permasalahan yang telah diidentifikasi oleh Kelompok Kerja. “Berdasarkan hasil identifikasi Pokja kami, terdapat beberapa isu atau permasalahan, antara lain belum terdapat Rencana Induk atau Blue Print di tingkat nasional yang memuat Rencana Strategi dan Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, jaminan ketersediaan lahan, asuransi pertanian dan pembiayaan usaha tani,” ungkap Yunan.
Pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petani tidak akan berjalan efektif tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah. “Dukungan pemerintah daerah dapat diwujudkan dengan mengatur lebih lanjut perlindungan dan pemberdayaan petani dalam Peraturan Daerah,” kata Yunan.
Namun, komitmen dukungan tersebut dirasa masih rendah, karena berdasarkan di JDIHN.GO.ID baru terdapat 6 (enam) Peraturan Daerah Provinsi (termasuk Perda Provinsi Jawa Tengah) yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani, sedangkan untuk daerah kabupaten/kota baru terdapat 27 (dua puluh tujuh) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani, ungkap Yunan. Oleh karena itu melalui FGD ini, diharapkan dapat diperoleh informasi dan dapat berdiskusi seoptimal mungkin, tutup Yunan.
FGD Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di hadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah Yuspahrudin, Kepala Dinas pertanian dan perkebunan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Supriyanto dan Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Babang Waluyo Hadi Eko Prasetyo serta para kelompok tani.