BPHN.GO.ID – Bukittinggi. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melaksanakan kegiatan Dengar Pendapat (Public Hearing) Perencanaan Legislasi dengan tema “Perencanaan dan Kesiapan RUU dalam Prolegnas”. Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (16/06) di Hotel Santika Bukittinggi ini membahas kebijakan perencanaan UU dalam Prolegnas. Secara khusus, kegiatan ini membahas arah kebijakan dari RUU Prakarsa Kementeriah Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang masuk dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.
Public hearing ini menghadirkan 8 orang narasumber, yaitu Dian Bakti Setiawan (Fakultas Hukum Universitas Andalas), Riza Novara (Apindo Wilayah Sumatera Barat), Azmi Fendri (Program Studi Kenotariatan Universitas Andalas), Charles Simabura (Pusat Studi Konstitusi/PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas), Erlita Elda (Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Sumatera Barat), Mohamad Fahmi (Kejaksaan Negeri Padang), Fauzan Azim (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia), Amril Amir (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau/LKAAM). Masing-masing narasumber memberikan masukan dan pendapatnya secara umum terhadap kebijakan Prolegnas, dan secara khusus terkait RUU tertentu sesuai kepakarannya masing-masing.
Dian Bakti berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah berorientasi pada kualitas dibandingkan pada kuantitas PUU. “Semakin banyak Undang-Undang maka yang mengikat rakyat semakin banyak. Mungkin lebih tepat kita berorientasi kualitas, jangan kuantitas,” ungkap Dian Bakti. Ia membandingkan kondisi masa lalu di mana program pemerintah dapat berjalan meskipun Undang-Undang yang ada aspeknya ada kekurangannya, tetapi saat ini justru sebaliknya, di mana mungkin Undang-Undangnya telah bagus tetapi pemerintah kurang memiliki kebijakan yang kuat.
Sebagai informasi, dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020 - 2024, terdapat 44 RUU Prakarsa Pemerintah, di antaranya terdapat 15 RUU yang merupakan prakarsa dari Kemenkumham, 9 RUU di antaranya dibahas dalam kegiatan ini. Kesembilan RUU tersebut adalah: RUU tentang Perubahan atas UU No 39 Th 1999 tentang HAM, RUU tentang Badan Usaha, RUU tentang Jaminan Benda Bergerak, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No 30 Th 2004 tentang Jabatan Notaris, RUU tentang Kekayaan Intelektual Komunal, RUU tentang Perubahan atas UU No 1 Th 1979 tentang Ekstradisi, RUU tentang Perubahan atas UU No 1 Th 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Masalah Pdana, RUU tentang Pemindahan Narapidana Antar Negara, dan RUU tentang Perubahan atas UU No 16 Th 2011 tentang Bantuan Hukum.
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN, Djoko Pudjiraharjo, dalam sambutannya mengatakan bahwa Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat dilaksanakan. Oleh karenanya, 9 RUU Prakarsa Kemenkumham yang sudah masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah harus dapat diselesaikan sesuai dengan target yang telah direncakanan sampai dengan Tahun 2024.
BPHN selaku koordinator dalam perencanaan Prolegnas memiliki tugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelesaian RUU yang masuk dalam Prolegnas. “Kita memiliki semangat yang sama untuk membangun hukum. Semakin maju pembangunan hukum, maka kesejahteraan diharap meningkat. Penyusunan UU jangan didasarkan pada keinginan, tetapi kebutuhan hukum,” kata Djoko Pudjiharjo. Ditambahkan pula oleh Djoko mengenai perlunya memperkuat sinergi seluruh stakeholders baik eksekutif, yudikatif, legislatif dan masyarakat untuk terus bersama-sama mengawasi kinerja Prolegnas.