BPHN Gelar Dengar Pendapat Awal dalam rangka Penyusunan RUU Pembinaan Hukum Nasional

BPHN.GO.ID – Jember. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar Dengar Pendapat (Hearing) perdananya dalam rangka Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional (RUU PHN), Jumat (24/11/2023), bertempat di Gedung Rektorat Ruang Aula Lantai 3, Universitas Jember. Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana, menekankan pentingnya acara ini sebagai langkah krusial dalam menentukan arah dan strategi pembinaan hukum nasional.

Selama ini, praktik tugas dan fungsi BPHN sering dimaknai sebatas kontribusinya dalam peraturan perundang-undangan saja. Menurut Widodo, seharusnya makna pembinaan hukum itu luas, meliputi aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. 

“Pembinaan hukum harus mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum adat, hukum agama, dan hukum internasional. "Saya ingin mendengar masukan dari narasumber dalam kegiatan ini mengenai kedudukan Pancasila yang ditempatkan sebagai sumber hukum negara, dan bagaimana Pancasila dapat menyelesaikan permasalahan/ketidakteraturan dalam setiap aspek tersebut,” jelas Widodo. 

Dalam kegiatan dengar pendapat ini, Widodo mengharapkan adanya pembahasan lebih lanjut mengenai bagaimana pembinaan dalam peraturan perundang-undangan, fungsi pembinaan terhadap hukum adat, atau bagaimana pendekatan yang harus dilakukan dalam hukum agama. 

“Semua aspek/bidang membutuhkan kehadiran hukum. Gambaran serta masukan dari narasumber akan menjadi acuan bagaimana pembinaan hukum dalam RUU PHN akan diarahkan,” imbuhnya. 

Pembinaan hukum tersebut, menurut visi Widodo, nantinya akan mencakup tiga tahapan, yaitu tahapan pembentukan hukum, pelaksanaan hukum, dan penegakan hukum. Ia  menyampaikan bahwa pengaturan pembinaan hukum yang komprehensif akan mendukung pembangunan hukum di Indonesia yang lebih baik. 

“Bicara tentang pembentukan hukum, kita juga harus diskusikan bagaimana pembinaan pembentukan hukum di tiap lembaga, baik yudikatif, legislatif dan eksekutif. Tentunya, pembinaan hukum dilakukan tanpa mengintervensi fungsi tiap lembaga tersebut,” pungkas Widodo. 

Widodo juga memberi saran kepada tim yang menyusun RUU PHN untuk menjaring banyak masukan dari narasumber, stakeholders, dan masyarakat sebelum mengembangkan draft RUU. Ia juga menekankan bahwa kegiatan seperti dengar pendapat ini akan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan masukan berharga, khususnya dalam hal subtantif.

Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Arfan Faiz Muhlizi, menambahkan bahwa kegiatan ini melibatkan peserta dan narasumber dari berbagai bidang, seperti pakar hukum, agama, internasional, akademisi, perancang peraturan perundang-undangan, analis hukum, dan lembaga swadaya masyarakat.

“Tujuan kegiatan ini adalah menyempurnakan substansi dan materi muatan RUU PHN, serta meminta masukan dan tanggapan masyarakat yang terdampak atau mempunyai kepentingan atas materi muatan RUU PHN,” jelas Arfan dalam laporannya.

Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, mengapresiasi kegiatan hearing yang diinisiasi oleh BPHN.  Menurutnya, kegiatan semacam ini merupakan bentuk perencanaan hukum yang baik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. 

“Kegiatan ini mendorong partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Penyusunan RUU PHN mungkin akan menempuh jalan yang panjang. Namun, dengan perencanaan yang baik, Insya Allah akan menghasilkan produk hukum yang baik pula,” tutup Iwan. (HUMAS BPHN)