BPHN.GO.ID – Jember. Pemerintah menyadari bahwa masih ditemukan sejumlah persoalan dan kendala dalam penyelenggaraan pembinaan hukum nasional. Kendala tersebut mencakup konsistensi dan komitmen dalam pembentukan, pelaksanaan, serta penegakan hukum, yang berdampak pada ketidakpastian, ketidakadilan, dan ketidakbermanfaatan bagi masyarakat.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas pembinaan hukum nasional berupaya melakukan pembaharuan untuk menciptakan sistem hukum yang adil, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Langkah ini akan diwujudkan melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional (RUU PHN).
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN, Arfan Faiz Muhlizi, menyampaikan bahwa penyusunan RUU PHN memerlukan partisipasi masyarakat dalam prosesnya. Ini sesuai amanah Undang-Undang No 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation), dalam arti bahwa masyarakat berhak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), berhak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan berhak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” jelas Arfan dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) dalam rangka Penyusunan RUU PHN, Jumat (24/11/2023).
Arfan berharap agar kegiatan ini dapat melahirkan pokok pikiran yang berisi rekomendasi perihal penguatan dan pembaharuan pembinaan hukum. BPHN pun mengundang pakar dari berbagai bidang untuk memperkaya substansi RUU PHN.
“Pada akhirnya, RUU PHN diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sesuai dengan perkembangan zaman, dan tercapainya tujuan bernegara, sebagaimana diamanatkan dalam alinea keempat pembukaan UUD NRI Tahun 1945,” tambah Arfan dalam kegiatan yang berlangsung di Gedung Rektorat Ruang Aula Lantai 3, Universitas Jember ini.
Ketua LKBH IKADIN Jember, Jani Takarianto, berpendapat bahwa arah perkembangan dan strategi pembinaan budaya hukum yang diinisiasi oleh BPHN telah mengarah pada jalan yang tepat (on the track). Namun, ia menekankan perlunya atmosfer kompetisi yang lebih tinggi antarinstitusi dan antarpemerintahan daerah untuk mewujudkan budaya hukum di masyarakat.
“Oleh karena itu, saya mendukung adanya program seperti Paralegal Justice Award serta JDIHN dan LDCC Awards yang diprakarsai BPHN. Saya harap BPHN juga memberikan dukungan sarana dan prasarana hukum, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk anggota JDIH,” kata Jani.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Fendy Setiawan, berpendapat bahwa arah perkembangan dan strategi pembinaan hukum nasional harus berdasarkan pada Pancasila dan meliputi dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
“Dimensi ontologis didasarkan pada kesadaran bahwa perlunya mengembangkan semangat ketuhanan yang welas asih, mengembangkan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, mengembangkan rasa kebangsaan dan kebhinekaan, mengambil keputusan bersama secara permusyawaratan, serta mengembangkan semangat gotong royong,” kata Fendy menjelaskan.
Dimensi epistemologis, lanjut Fendy, diorientasikan pada pemenuhan nilai-nilai ketuhanan sebagai sumber etika, nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, nilai persatuan dalam keberagaman, nilai-nilai kedaulatan dalam semangat permusyawaratan, serta menciptakan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani.
“Sedangkan dalam dimensi aksiologis, pembinaan hukum diarahkan pada tercapainya sikap yang sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan Pancasila,” pungkas Fendy.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menjelaskan bahwa pembinaan hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan melalui penyusunan model baku terkait metode, waktu, dan mekanisme dalam penyelenggaraan pemantauan dan peninjauan, serta analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan.
“Hasil analisis dan evaluasi kemudian digunakan sebagai bahan perencanaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ini yang harus diperjelas bagaimana tata cara pembinaannya. Seharusnya ada strategi pembinaan yang dilakukan pada peraturan perundang-undangan pada setiap jenjangnya, dari tingkat pusat sampai tingkat daerah,” tambah Bayu.
Selain Jani, Fendy, dan Bayu, BPHN juga mengundang beberapa narasumber lain seperti Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dominikus Rato, yang membahas arah perkembangan dan strategi pembinaan hukum adat, serta Dekan Fakultas Syari'ah UIN KHAS Jember, Noor Harisudin, yang membahas tentang pembinaan hukum agama. Kemudian ada Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Gautama Budi Arundhati, yang berbicara tentang pembinaan hukum internasional.
Turut hadir dalam kegiatan ini Analis Hukum Ahli Madya Bambang Iriana Djajaatmadja, Penyuluh Hukum Ahli Utama Kartiko Nurintias, Penyuluh Hukum Ahli Utama Djoko Pudjiraharjo, Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Sofyan. (HUMAS BPHN)