BPHN.GO.ID – Jakarta. Upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan diskriminasi telah menjadi prioritas utama baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia, berbagai langkah konkret telah diambil melalui kebijakan dan peraturan yang bertujuan melindungi perempuan, anak-anak serta kelompok masyarakat yang rentan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, yang diwakili oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana menyebut pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk melindungi perempuan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020 – 2024 yang menetapkan pengarusutamaan gender sebagai katalis Pembangunan.
“Dengan demikian, melalui pengarustamaan gender akan terwujud pengurangan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi di seluruh proses pembangunan dan pengambilan keputusan serta memperoleh manfaat dari Pembangunan,” jelas Widodo dalam kegiatan Dialog Publik dan Peluncuran Buku “Konstruksi Diskriminatif: Tantangan Politik Hukum Afirmasi Selektif untuk Perempuan di Indonesia”, Senin (23/09/2024).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang diterbitkan tahun 2024 menunjukkan bahwa Indeks Ketimpangan Gender Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terus mengalami perbaikan. Tren positif ini harus terus dijaga melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045 yang berprespektif afirmasi positif terhadap perempuan.
Widodo menambahkan untuk mendukung pelaksanaan program yang telah ditetapkan, seluruh instrumen hukum harus dipastikan dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pembinaan hukum yang masif terhadap semua pihak untuk mendukung afirmasi positif terhadap perempuan yang dilekatkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Dalam upaya pembinaan tersebut, Kemenkumham melalui BPHN sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Kepatuhan Hukum dalam Pembentukan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Hukum yang diharapkan juga dapat mendukung penguatan afirmasi positif terhadap perempuan,” ungkap Widodo dalam kegiatan yang berlangsung di Aula R.A. Kartini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Jakarta.
Selain itu, Kepala BPHN menjelaskan bahwa Kemenkumham selaku Koordinator Penyusunan Prolegnas di Lingkungan Pemerintah sedang menyiapkan usulan program legislasi nasional jangka menengah periode 2025-2029 di Lingkungan Pemerintah. “Kami mengapresiasi upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak yang telah mengusulkan kembali RUU tentang Kesetaraan Gender untuk dimasukan dalam Prolegnas Jangka Menengah dan RPepres tentang Strategi Nasional Penurunan Kekerasan Terhadap Perempuan untuk dimasukkan dalam Program Penyusunan Tahun 2025. Namun demkian, saat ini sedang dilaksanakan penelaahan untuk menajamkan urgensi pembentukan RUU dan RPerpres dimaksud,” ujar Widodo.
Kemudian, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Ratna Susianawati, mengatakan bahwa saat ini KemenPPPA tengah mendorong penguatan pengarusutamaan gender dan inklusi sosial untuk memastikan tidak ada satu orang pun yang tertinggal dalam pembangunan (no one left behind) serta penguatan iklim ketenagakerjaan yang mendukung pasar kerja fleksibel, responsif gender dan inklusif.
“Strategi pengarusutamaan gender ini harus terus kita suarakan untuk bisa memastikan dan mengikis gender gap yang ada di sekitar kita. Dengan demikian, perjuangan kita untuk terus mendukung kesetaraan gender harus terus kita gaungkan bersama baik dari penguatan regulasi, kelembagaan dan pemahaman di masyarakat,” jelas Ratna.
Selanjutnya, Direktur JalaStoria, Ninik Rahayu sekaligus Penulis Buku “Konstruksi Diskriminatif: Tantangan Politik Hukum Afirmasi Selektif untuk Perempuan di Indonesia” mengungkapkan bahwa penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh diskriminasi atas relasi dan interaksi sosial maupun kebijakan negara yang memunculkan kelompok rentan dalam hal ini perempuan.
“Diharapkan dengan hadirnya buku tersebut dapat meningkatkan kesadaran tentang diskriminasi terhadap perempuan dalam politik hukum, sehingga mampu berkontribusi positif terhadap peningkatan perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan,” ungkap Ninik.