BPHN Dorong Kepatuhan Hukum Sejak Perencanaan Peraturan Perundang-undangan di Kementerian PUPR

BPHN.GO.ID – Badung. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berpartisipasi dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Pembinaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH), serta Evaluasi Implementasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pada Kamis dan Jumat (25-26 Juli 2024). 

 

Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Arfan Faiz Muhlizi, menekankan pentingnya penataan regulasi sejak tahap perencanaan di Kementerian PUPR. Kementerian PUPR memiliki peran krusial dalam pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, perencanaan peraturan yang efektif sangat diperlukan untuk mendukung program-program strategis kementerian. Selain itu, perlu juga melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikam kepatuhan hukum sejak tahap perencanaan.

 

"Penataan regulasi harus dimulai sejak tahap perencanaan karena akan menentukan kualitas peraturan perundang-undangan di tahap selanjutnya," ujar Arfan di Hotel Mercure Legian Bali. 

 

Arfan merekomendasikan beberapa langkah untuk meningkatkan efektivitas perencanaan hukum, misalnya pengusulan peraturan harus memiliki landasan kuat yang disertai argumentasi rasional. Selain itu, peraturan yang diusulkan juga harus memiliki kajian dan kesiapan substansi, mempertimbangkan simplifikasi regulasi, dan memiliki target penyelesaian yang terukur untuk penyusunan peraturan yang sedang berjalan.

 

BPHN juga mengenalkan Selena, akronim dari Seleksi Rancangan Undang-Undang (RUU) Prolegnas Jangka Menengah di lingkungan Pemerintah, sebuah sistem pengendalian penyusunan peraturan perundang-undangan melalui aplikasi Sirenkum. Pengusulan suatu RUU dapat diajukan oleh kementerian/lembaga pemrakarsa setiap saat melalui aplikasi Sirenkum dengan memenuhi aspek obyektif dan analisis dampak pengaturan. Sirenkum juga digunakan sebagai sarana monitoring dan evaluasi untuk memastikan kepatuhan hukum dalm pembentukan Peraturan perundang-undangan. Hal ini selaras dengan upaya BPHN untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum dengan menginisiasi lahirnya UU Pembinaan Hukum Nasional dan Perpres Kepatuhan Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pelaksanaan Hukum.

 

Dalam kesempatan tersebut, Arfan juga menekankan pentingnya partisipasi bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Prasyarat partisipasi bermakna meliputi hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). 

 

“Sebagai langkah untuk meningkatkan partisipasi publik, BPHN telah meluncurkan platform Partisipasiku. Pengembangan platform Partisipasiku disesuaikan dengan gaya komunikasi saat ini sehingga masyarakat dapat menyampaikan masukan dan aspirasi terkait peraturan perundang-undangan secara lebih cepat dan mudah,” kata Arfan. 

 

Dalam kegiatan ini, BPHN juga turut melakukan sosialisasi terkait pengelolaan JDIH dan memberikan pembahasan terkait analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Pustakawan Ahli Madya BPHN Katarina Rosariani, Analisis Hukum Ahli Madya BPHN Reza Fikri Febriansyah, serta perwakilan pegawai BPHN lainnya.

 

Analisis Hukum Ahli Madya BPHN, Reza Fikri Febriansyah, memberikan paparan mengenai analisis dan evaluasi hukum, atau biasa disebut juga dengan pemantauan dan peninjauan, di lingkungan Kementerian PUPR. Pemantauan dan peninjauan merupakan kegiatan mengamati, mencatat, dan menilai atas pelaksanaan undang-undang yang berlaku sehingga diketahui ketercapaian hasil yang direncanakan, dampak yang ditimbulkan, dan kemanfaatannya bagi NKRI. 

 

“Yang menjadi kunci dalam definisi tersebut adalah frasa ‘pelaksanaan undang-undang’, bukan sekadar kata ‘undang-undang’ saja. Oleh karena itu, ruang lingkup pemantauan dan peninjauan meliputi seluruh jenis peraturan perundang-undangan,” kata Reza menjelaskan. 

 

Kegiatan pemantauan dan peninjauan, tambah Reza, juga mempengaruhi penilaian Indeks Reformasi Hukum (IRH) pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Salah satu variabel IRH yaitu kualitas re-regulasi atau deregulasi berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil reviu dengan bobot 35 persen. 

 

“Indikatornya meliputi bagaimana kebijakan monitoring dan evaluasi hukum di tingkat kementerian/lembaga terkait, proporsi tahunan jumlah peraturan perundang-undangan yang dievaluasi, bagaimana tindak lanjut hasil evaluasi terhadap program pembentukan regulasi, serta tingkat keterlibatan pejabat fungsional Analis Hukum dalam melakukan evaluasi peraturan perundang-undangan,” imbuh Reza.

 

Sementara itu, Pustakawan Ahli Madya BPHN, Katarina Rosariani, yang mewakili Kepala Pusat JDIHN BPHN menyampaikan pentingnya dokumen hukum sebagai aset yang potensial dalam unsur pembentukan kepatuhan hukum. Pendokumentasian dokumen hukum yang baik dapat membantu mengatasi disharmoni atau tumpang tindih peraturan, sehingga menciptakan masyarakat yang patuh dan taat pada aturan hukum yang berlaku.

 

“Oleh karena itu, JDIH sebagai alat atau wadah pendayagunaan bersama dapat menjadi salah satu tolak ukur terbentuknya penataan regulasi yang baik melalui pembangunan basis data peraturan perundang-undangan yang terintegrasi,” jelas Katarina. 

 

Katarina juga menyampaikan hasil evaluasi kinerja pengelolaan JDIH PUPR yang sudah maksimal selama tahun 2023. Plt. Kepala Biro Hukum Kementerian PUPR, Mardi Parnowiyoto menyatakan dukungannya dengan terus mendorong JDIH PUPR untuk terus menghasilkan basis data hukum Kementerian PUPR yang berkualitas sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat luas dengan optimal. (HUMAS BPHN)