BPHN.GO.ID – Yogyakarta. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Widodo Ekatjahjana, mengungkapkan bahwa saat ini BPHN masih lebih banyak berkutat di sektor publik atau pemerintahan saja dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Padahal, seharusnya BPHN juga melakukan pembinaan hukum terhadap sektor privat.
“Kondisi eksisting saat ini menunjukkan bahwa BPHN masih terfokus di sektor publik saja, sedangkan ranah privat atau swasta masih belum tersentuh,” kata Widodo ketika memberikan arahan dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional (RUU PHN) di Aula Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (19/01/2024).
Padahal, menurut Widodo, BPHN mengemban tugas yang besar, yakni melakukan pembinaan hukum dalam lingkup nasional. Namun, BPHN seperti lebih terpaku pada tugas dan fungsi seputar legislasi, misalnya membantu kementerian/lembaga lain dalam kaitannya dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Widodo juga memberikan catatan mengenai fungsi pembudayaan dan bantuan hukum yang dijalankan BPHN. Seharusnya, fungsi tersebut tidak hanya mengarahkan pada kesadaran dan kepatuhan hukum (legal awareness dan legal compliance) masyarakat, namun juga ke ranah privat seperti badan usaha dan badan hukum.
“Kita harus memastikan bahwa badan usaha atau badan hukum tersebut menerapkan good corporate governance dan apakah korporasi tersebut telah mematuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah,” pungkas Widodo.
Berdasarkan hal tersebut, muncul gagasan untuk melahirkan satu profesi baru yang disebut dengan Auditor Hukum. Gagasan ini mengemuka di tengah upaya BPHN dalam menyusun RUU PHN. Auditor Hukum tidak hanya membantu mengawasi atau mengaudit, namun mereka juga memberikan penguatan tata kelola badan usaha, badan hukum, dan instansi pemerintah agar patuh (comply) dengan aturan hukum Indonesia.
“Diharapkan Auditor Hukum ini bekerja layaknya Kantor Akuntan Publik, yang mendapatkan sertifikasi dan akreditasi dari pemerintah. Mereka melakukan pengecekan kepatuhan hukum pengusaha dan investornya, termasuk ketaatan dengan regulasi dan tata kelolanya,” jelas Widodo.
Sekretaris BPHN, I Gusti Putu Milawati, menyampaikan harapannya agar kegiatan dengar pendapat kali ini dapat menjaring partisipasi peserta sebagai bahan masukan yang konstruktif bagi perumusan konsepsi pengaturan RUU PHN ke depannya. Ia optimis kegiatan ini akan membawa dampak positif untuk penyusunan RUU PHN karena kehadiran beberapa narasumber yang kredibel, mulai dari Nindyo Pramono (Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada), Basuki Rekso Wibowo (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Nasional), dan Ratno Lukito (Guru Besar Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga).
Kakannwil Kemenkumham Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Agung Rektono Seto memberikan Sambutan
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Agung Rektono Seto, mengungkapkan apresiasi terhadap BPHN yang telah berkenan memilih Yogyakarta sebagai tempat pelaksanaan kegiatan dengar pendapat ini. Ia menilai bahwa pemilihan Yogyakarta merupakan opsi yang tepat.
Berdasarkan sejarah bangsa, Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan Kota Budaya memang sangat tepat jika dipilih sebagai tempat untuk berdiskusi. Terbukti telah banyak ide-ide dan gagasan- gagasan penting yang muncul dari kota ini.
Agung juga berharap agar forum diskusi yang diselenggarakan kali ini dapat menjadi sarana partisipasi publik yang akan memperkaya penyusunan RUU PHN. “Diharapkan kegiatan ini dapat menghimpun masukan dan memperkaya pemikiran mengenai pola pembinaan hukum nasional, utamanya dalam merumuskan potensi dan mekanisme untuk peningkatan kepatuhan dan kesadaran hukum masyarakat,” tutupnya. (HUMAS BPHN)
Kepala BPHN menyampaikan arahan dalam kegiatan Public Hearing RUU PHN di Aula Kanwil Kemenkumham DIYPeserta Public Hearing mendengarkan arahan yang disampaikan Kepala BPHN