BPHN dan KemendesPDTT Bersinergi Sosialisasikan PJA 2024 dan Bahu Desa

BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KemendesPDTT) melakukan kegiatan Sosialisasi Paralegal Justice Award (PJA) 2024 dan Bantuan Advokasi Hukum Desa (Bahu Desa), Selasa (30/01/2024). Sosialisasi kali ini menyasar kepala desa dan lurah seluruh Indonesia serta Tenaga Pendamping Profesional (TPP). 

Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana, dalam kata sambutannya yang disampaikan oleh Penyuluh Hukum Ahli Utama, Djoko Pudjirahardjo, mengungkapkan rasa optimis atas penyelenggaraan PJA. Para alumni PJA 2023 banyak menyampaikan testimoni positif atas manfaat yang didapatkan dalam kegiatan tersebut, utamanya dalam penyelesaian konflik desa secara damai. 

“Berdasarkan hasil evaluasi, telah dilakukan penyelesaian 165 kasus yang dilakukan oleh 98 kepala desa/lurah alumni PJA 2023 dalam kurun waktu enam bulan. Artinya, kita sudah satu langkah lebih maju dalam pemenuhan akses keadilan untuk semua,” jelas Djoko. 

Djoko menambahkan, jumlah perkara yang sering ditangani melalui layanan bantuan hukum didominasi perkara pidana sebesar 70%. Jenis perkara yang ditangani rata-rata merupakan perkara ringan yang timbul dari perselisihan antarwarga. Secara tidak langsung, ini berdampak pada banyaknya perkara pidana yang harus diselesaikan, mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga rumah tahanan/lembaga permasyarakatan. 

q71uBg43MHJMg8Y0p0bQlFCYQYEKkU9CbGpXjfQX.jpgPenyuluh Hukum Ahli Utama, Djoko Pudjirahardjo.jpeg 305.79 KB

Di sinilah peran penting kepala desa/lurah sebagai Non Litigation Peacemaker. Menurut Djoko, kepala desa dan lurah jadi aktor kunci dalam terciptanya kehidupan warga desa yang harmoni, damai, dan mengurangi beban perkara yang ada di aparat penegak hukum.

“Peran mereka harus dimaksimalkan, sehingga konflik antarwarga dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak sampai naik ke aparat penegak hukum,” jelasnya.

Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Audy Murfi, menjelaskan penyelenggaraan PJA merupakan implementasi Undang-Undang Dasar 1945, terutama pasal 27 ayat (1), yang menyebutkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

“Penyelenggaraan PJA juga ada hubungannya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 dan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu menggalakkan negara berdasarkan hukum di tingkat nasional dan internasional, serta menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua,” tambah Audy. QHBpNM6vHUTIeA4w82BKzpbC9um87Q7y408YSZZA.jpgPenyuluh Hukum Ahli Utama, Audy Murfi.jpeg 267.44 KB

Kegiatan Paralegal Justice Award, lanjut Audy, juga merupakan bentuk apresiasi terhadap kinerja dan peran penting kepala desa/lurah yang berkontribusi sebagai hakim perdamaian desa. Sebelum diberikan apresiasi, BPHN juga membekali kepala desa/lurah tersebut dengan penguatan penyelesaian konflik secara nonlitigasi dalam Paralegal Academy. 

Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Sugito, menuturkan bahwa program PJA ini sejalan dengan visi dan misi KemendesPDTT. Berdasarkan histori terbentuknya desa, salah satu fungsi kepala desa adalah sebagai hakim perdamaian desa. Mereka bertugas untuk melakukan mediasi, menciptakan kerukunan masyarakat, termasuk penyelesaian konflik warga di desa. 

“Untuk melaksanakan tugas tersebut, kepala desa dan lurah harus memiliki keterampilan di dalam upaya penyelesaian konflik secara nonlitigasi. Oleh karena itu, KemendesPDTT berkolaborasi dengan BPHN Kemenkumham guna memfasilitasi pemberian keterampilan tersebut,” kata Sugito. 

Muchammad Ja’far Shodiq, seorang Advisor Bidang Hukum dan Kebijakan Publik Strategic Policy Unit KemendesPDTT, dalam paparannya menjelaskan tentang program Bantuan Advokasi, Pelayanan Hukum, dan Usaha Desa (Bahu Desa). Program tersebut dirancang untuk meningkatkan pemahaman hukum, memberikan akses ke layanan hukum, dan membantu menyelesaikan masalah hukum di tingkat desa. 

“Program ini dimotori oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan bersifat Non Litigasi. Adapun pendampingan hukum bersifat Litigasi, KPMD diharapkan dapat berperan sebagai Paralegal yang menjadi ujung tombak dari advokasi hukum guna memfasilitasi warga desa (masyarakat miskin) yang membutuhkan bantuan hukum melalui Organisasi Bantuan Hukum (OBH),” pungkasnya. 

Mengingat pentingnya keberadaan dan fungsinya, lanjut Ja’far, maka Bahu Desa dalam jangka menengah dapat dikembangkan menjadi lembaga yang bersifat khusus. Lembaga ini nantinya dapat menjadi mitra pemerintah desa dalam menjalankan kewenangan dan fungsinya dalam pembangunan desa. 

Kegiatan sosialisasi kali ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta. Kegiatan berlangsung hybrid, secara luring di Ruang Rapat Pusbudbankum BPHN, Jakarta Timur, dan secara daring melalui aplikasi Zoom dan penjaliran langsung Youtube. (HUMAS BPHN)