BPHN.GO.ID – Jakarta. Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas (IKA FH Unand) berkolaborasi dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar kegiatan Diskusi Hukum bertajuk “Pelaksanaan Bantuan Hukum Guna Memastikan Aksesibilitas Masyarakat Miskin dalam Mendapatkan Keadilan”, pada Sabtu (02/07) silam. Kegiatan yang berlangsung di Aula Moedjono BPHN ini membahas program bantuan hukum gratis dari pemerintah yang menjamin perlindungan hukum kepada masyarakat miskin atau kurang mampu. Hadir dalam acara ini mewakili Kepala BPHN Audy Murfi (Sekretaris BPHN), Haswandi (Hakim Mahkamah Agung), Yuherman (Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta), Yandri Sudarso (Pengacara/Moderator), Periasman Effendi (Ketua IKA FH Unand Jabodetabek), Alvon Kurnia Palma (Praktisi Hukum) serta para Alumni FH Unand dari berbagai angkatan.
Bertindak sebagai keynote speaker, Audy Murfi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada satu sasaran yang utama, yakni pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
“Konsep negara hukum memberikan jaminan terhadap tegaknya supremasi hukum, dalam konteks ini tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan. Terlebih lagi penzaliman terhadap hak-hak kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu. Masyarakat miskin agar tidak mengalami kesulitan atau dipersulit jika berhadapan dengan hukum, maka perlu diberikan pendampingan hukum,” ujar Audy.
Sepakat dengan Audy, Haswandi menambahkan bahwa untuk mendapatkan keadilan hukum prosesnya cukup panjang. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan bantuan pendampingan hukum, termasuk di pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung dengan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
“Di tempat saya bekerja (MA), untuk mendapatkan keadilan mungkin bisa memakan waktu sekitar tujuh tahun. Proses panjang ini membutuhkan biaya, yang agak menyulitkan khususnya kepada masyarakat miskin. Oleh karena itu dalam Perma 1/2014, dijelaskan bantuan hukum dari pemerintah di pengadilan, mulai dari layanan pembebasan biaya perkara, penyelenggaraan sidang di luar gedung pengadilan dan penyediaan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) pengadilan,” ujar Haswandi dalam paparannya.
Selain menjelaskan peran pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu, diskusi hukum ini juga membahas tahapan atau tata cara penerimaan bantuan hukum, kendala yang kerap dihadapi di lapangan serta bagaimana solusi atas kendala tersebut. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat mengenai bantuan hukum semakin meningkat dan pemerintah dapat melakukan evaluasi atas program bantuan hukum yang saat ini sudah berjalan. (HUMAS BPHN)
Bertindak sebagai keynote speaker, Audy Murfi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada satu sasaran yang utama, yakni pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
“Konsep negara hukum memberikan jaminan terhadap tegaknya supremasi hukum, dalam konteks ini tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan. Terlebih lagi penzaliman terhadap hak-hak kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu. Masyarakat miskin agar tidak mengalami kesulitan atau dipersulit jika berhadapan dengan hukum, maka perlu diberikan pendampingan hukum,” ujar Audy.
Sepakat dengan Audy, Haswandi menambahkan bahwa untuk mendapatkan keadilan hukum prosesnya cukup panjang. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan bantuan pendampingan hukum, termasuk di pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung dengan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
“Di tempat saya bekerja (MA), untuk mendapatkan keadilan mungkin bisa memakan waktu sekitar tujuh tahun. Proses panjang ini membutuhkan biaya, yang agak menyulitkan khususnya kepada masyarakat miskin. Oleh karena itu dalam Perma 1/2014, dijelaskan bantuan hukum dari pemerintah di pengadilan, mulai dari layanan pembebasan biaya perkara, penyelenggaraan sidang di luar gedung pengadilan dan penyediaan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) pengadilan,” ujar Haswandi dalam paparannya.
Selain menjelaskan peran pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu, diskusi hukum ini juga membahas tahapan atau tata cara penerimaan bantuan hukum, kendala yang kerap dihadapi di lapangan serta bagaimana solusi atas kendala tersebut. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat mengenai bantuan hukum semakin meningkat dan pemerintah dapat melakukan evaluasi atas program bantuan hukum yang saat ini sudah berjalan. (HUMAS BPHN)