BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Kepatuhan Hukum. Kegiatan yang bertemakan “Urgensi Audit Hukum untuk Peningkatan Kesadaran dan Kepatuhan Hukum” ini dihelat untuk memperluas partisipasi masyarakat dan memperkuat substansi RPerpres Kepatuhan Hukum.
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Arfan Faiz Muhlizi, menjelaskan bahwa RPerpres Kepatuhan Hukum mengacu pada kebijakan pembinaan hukum. Kebijakan itu akan dicantumkan pada dokumen perencanaan pembangunan hukum nasional (DPHN) serta menjadi “suplemen” bagi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun oleh Bappenas.
“Jika berbicara mengenai pembinaan hukum dalam RPerpres ini, maka kita akan fokus pada peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum. Oleh karena itu RPerpres ini akan fokus pada tiga kluster, yakni kesadaran dan kepatuhan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kesadaran dan kepatuhan dalam pelaksanaan hukum, serta peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat,” jelas Arfan dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Moedjono Lantai IV BPHN, Jakarta Timur, pada Selasa (26/03/2024).
Kesadaran dan kepatuhan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan akan meliputi penyusunan perencanaan serta monitoring dan evaluasi pembentukan peraturan perundang-undangan. Kemudian, dalam kluster kesadaran dan kepatuhan hukum dalam pelaksanaan hukum, akan dilakukan audit hukum terhadap badan usaha, badan hukum, dan badan publik.
“Sedangkan kluster peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat akan meliputi penyuluhan hukum, konsultasi hukum, keparalegalan, validasi atas hasil publikasi, dokumen, informasi hukum, dan referensi hukum, serta verifikasi dan validasi dokumen hukum yang dijadikan dokumen bukti pengujian peraturan perundang-undangan,” tambah Arfan.
Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Pengelolaan Aset Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menyampaikan pentingnya audit hukum karena dapat dijadikan instrumen untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam membuat norma dan melaksanakan norma hukum. “Audit hukum juga dapat dijadikan instrumen pengawasan terhadap kepatuhan hukum yang berlaku dan membantu proses penyelesaian terhadap masalah hukum,” kata Khairul Fahmi.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI, Radita Ajie, mengungkapkan bahwa saat ini banyak permasalahan yang berkaitan dengan regulasi di Indonesia, mulai dari over regulasi, disharmoni peraturan, ego sektoral antarkementerian/lembaga, masih adanya peraturan yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa, dan lain sebagainya.
“Kondisi regulasi tersebut yang mungkin menjadi perhatian BPHN dan berupaya diperbaiki melalui RPerpres Kepatuhan Hukum,” kata Radita Ajie.
Perancang Peraturan Perundang-Undangan Muda BPHN, Nunuk Febriana, dalam laporannya menyampaikan bahwa jumlah peserta yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut mencapai 70 orang, yang terdiri atas perwakilan dari Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI), perwakilan Jimly School of Law and Government, Pejabat Struktural serta Pejabat Fungsional Tertentu (JFT) Penyuluh Utama dan JFT Analis Hukum Utama di Lingkungan BPHN, perwakilan dari Tim PAK dan Tim Harmonisasi Ditjen PP, serta perwakilan pegawai dari BPHN.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas jangkauan partisipasi publik dalam setiap tahapan pembentukan serta menguatkan substansi Rancangan Peraturan Presiden Kepatuhan Hukum,” jelas Nunuk. (HUMAS BPHN)