ARAH PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL YANG MENGHARMONISKAN TUNTUTAN GLOBAL DAN NILAI-NILAI KEBANGSAN INDONESIA

Jakarta, WARTA-bphn

Akhir Tahun 2015 merupakan momentum diberlakukan pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kehadiran MEA MEA sebagai salah satu momentum era keterbukaan pasar di ASEAN, merupakan kelanjutan dari kesepakatan Visi ASEAN 2020 pada bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur. Dalam deklarasi tersebut, pemimpin negara-negara ASEAN sepakat untuk mentransformasikan kawasan Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan yang stabil, sejahtera dan kompetitif, didukung oleh pembangunan ekonomi yang seimbang, pengurangan angka kemiskinan dan kesenjangan sosio-ekonomi di antara negara-negara anggotanya, demikian Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Enny Nurbaningsih, sampaikan di depan peserta DIKLAT Lemhanas, Selasa (23/6) di Jakarta.

Untuk menyongsong MEA. Maka ASEAN sudah menyiapkan Kerangka mekanisme pasar bebas ASEAN tidak hanya mengacu pada konsep ASEAN sebagai single market, tetapi juga sebagai single production base yang akan membutuhkan liberalisasi capital dan tenaga kerja terampil. Konsekwensi atau Dampak lain pemberlakuan MEA, adanya lisensi persaingan (license to competition) antara mereka di dalam kawasan. Kebijakan ini diambil dalam rangka terjadinya persaingan di tingkat global. Salah satu karakteristik kunci MEA adalah tercapainya Competitive Economic Region.

Di akhir tahun 2015, transaksi perdagangan dan jasa akan menyatu dan berintegrasi dalam satu pasar bersama. Hal ini berarti bahwa pelaku usaha di Indonesia, harus memahami hukum usaha/investasi yang berlaku di negara-negara anggota, termasuk hukum persaingan usaha. Dalam konteks inilah dituntut kesiapan bangsa Indonesia, agar kita tidak sekedar menjadi pasar, tetapi hadirnya era tersebut justru akan mendorong dinamika laju pertumbuhan ekonomi dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu point penting yang dituntut kesiapannya adalah sejauhmana ketersediaan produk hukum yang koheren dengan produk-produk hukum negara-negara Asean, tandas beliau.

 Hal lain yang disampaikan oleh Enny Nurbaningsih adalah  Arah Pembangunan Hukum Nasional, dikatakan bahwa globalisasi merupakan kondisi inherent dalam kehidupan bangsa Indonesia ke depan, maka tatanan hukum harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tercipta kepastian hukum, agar kita tidak karam di tengah jalan, atau menjadi bangsa yang tergagap-gagap. Dari 10 negara Asean berdasarkan laporan Good Regulatory Practices (2014), Indonesia masuk dalam urutan yang perlu diberi injeksi yang luar biasa, agar tidak digolongkan sebagai negara yang memproduksi hukum dengan kondisi yang masih tumpang tindih, kurang memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha.

Bangsa Indonesia saat ini sudah menapaki kaki di tahun Ketiga pembangunan jangka panjang. Apakah kita akan berhasil menuju visi Bangsa 20 tahun yaitu Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur?. Untuk mencapai visi tersebut pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana dan prasarana hukum; perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum; serta penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan HAM. Terkait dengan pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum dalam rangka menggantikan peraturan perundangundangan warisan kolonial agar dapat mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas. Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat hampir 70 tahun, hingga saat ini di Indonesia masih terdapat ratusan produk hukum kolonial Belanda termasuk prinsip-prinsip hukumnya, sementara di negeri asalnya. produk hukum tersebut sudah tidak diberlakukan.

Selanjutnya, terhadap produk hukum existing sejak Indonesia merdeka hingga saat ini dilakukan evaluasi bertahap untuk menghilangkan berbagai bentuk hambatan berupa tumpang tindih, inkonsisten, multitafsir. Selama ini banyak keluhan yang muncul terkait dengan hukum yang tidak kondusif dalam mendukung iklim usaha. Dalam era global hal ini tidak dapat dibiarkan terus terjadi, proses analisis dan evaluasi terhadap produk hukum existing ini harus diselesaikan agar negara kita dapat menjadi destinasi bisnis yang memakmurkan rakyat.

 Dalam rangka mewujudkan dan menuntaskan tuntutan reformasi hukum dan peraturan perundang-undangan, Perpres No. 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan HAM yang baru saja diberlakukan menetapkan salah fungsi Kemenkumham adalah perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan fungsi ini diperlukan suatu strategic plan yang tepat, yakni dengan penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang terarah, terpadu dan sistematis. Prolegnas bukan sebagai instrumen koleksi keinginan, tetapi sarana untuk mengarahkan agar tujuan pembangunan dapat diwujudkan. Oleh karena itu dalam Prolegnas tahun 2015 -2019, jumlah RUU yang diusulkan tidak lagi sebanyak Prolegnas sebelumnya tetapi pencapaiannya jauh dari target. Usulan saat ini terpangkas hampir setengahnya, yaitu hanya 160 RUU untuk 5 tahun.

Munculnya kesadaran bersama antara DPR dan Pemerintah perlu diapresiasi bersama sebagai langkah permulaan yang baik karena berpijak pada kondisi kemampuan riil terhadap proses penyelesaian sebuah RUU. Pengusulan 160 RUU ini sebagian ada yang merupakan luncuran Prolegnas sebelumnya, selain itu untuk melaksanakan perintah UUD dan Tap MPR yang masih berlaku, untuk pelaksanaan RPJMN termasuk agenda Nawacita, serta perintah UU, dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Proses pengusulannya diawali dengan kajian yang komprehensif sehingga dari awal dapat terdeteksi urgensi dan implikasinya, serta ruang lingkup yang akan diatur, dan jangkauan pengaturannya. Artinya, tantangan dan tuntutan arus global menjadi salah satu indicator yang sangat diperhatikan. Arahan mengenai hal ini sangat jelas dalam RPJMN, bahwa Pemerintah menghendaki kesiapan Indonesia di segala bidang secara menyeluruh, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kesiapan bidang hukum dilakukan dengan cara mengkaji seluruh ketentuan hukum agar tidak muncul kembali penyakit inkonsistensi hukum. Dengan demikian, pembentukan peraturan perundang-undangan harus dipersepsikan sebagai salah satu upaya pembaharuan hukum agar mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkattingkat kemajuan pembangunan di segala bidang. Diharapkan akan tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditunjukkan ke arah peningkatan terwujudnya kesatuan bangsa sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang kemajuan dan reformasi yang menyeluruh. Walaupun demikian, tidak dipungkiri bahwa seringkali implementasi dan penegakan peraturan perundang-undangan tidak berjalan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain “daya guna” peraturan perundang-undangan tidak maksimal untuk mengatur atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Setidaknya ada 3 permasalahan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan, yaitu: pertama permasalahan materiil/substansi yang terkait dengan dasar hukum yang mendasari peraturan perundang-undangan, keinginan vs kebutuhan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, disharmoni substansi antara peraturan yang satu dengan yang lain dan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat yang seringkali terlalu cepat berubah. Kedua, permasalahan formil/proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses pra legislasi (kualitas penelitian/pengkajian, naskah akademik, penentuan prioritas Prolegnas, pelaksanaan rapat antarkementerian dan harmonisasi), legislasi (mekanisme pembahasan di DPR) dan pasca legislasi (diseminasi/sosialisasi). Ketiga, permasalahan kelembagaan baik yang terkait dengan kelembagaan pembentuk udang-undang maupun ego sektoral lembaga. Oleh karenanya perlu persiapan yang matang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan agar produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi tiga kualitas: Pertama, hukum harus menciptakan stabilitas dengan mengakomodir atau menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing di lingkungan masyarakat. Kedua, menciptakan kepastian, sehingga setiap orang dapat memperkirakan akibat dari langkah-langkah atau perbuatan yang diambilnya. Dan ketiga, hukum harus menciptakan rasa adil dalam bentuk persamaan di depan hukum, perlakuan yang sama dan adanya standar yang tertentu. Globalisasi dengan segala dimensinya akan banyak mempengaruhi sistem hukum di setiap negara tidak terkecuali Indonesia. Globalisasi hukum akan menyebabkan aturan-aturan negara-negara makin berkembang antara lain mengenai investasi, perdagangan, jasa-jasa dan bidang ekonomi lainnya mendekati negara maju (convergency).

Sehingga setiap negara dituntut untuk memiliki produk hukum yang mengatur tentang hukum-hukum batas kedaulatan negara. Bagi Indonesia sendiri, pengaruh globalisasi selain menuntut penyesuaian sistem hukum nasional yang dapat fleksibel terhadap aturan-aturan negara lain, sekaligus juga menghadapkan Indonesia pada berbagai penuntasan permasalahan hukum yang mendesak untuk segera diselesaikan. Meski demikian, pengaruh globalisasi tersebut sudah seharusnya tidak mengubah cita-cita bangsa dan negara yang termuat dalam konstitusi, yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan hukum nasional Indonesia haruslah berpijak pada nilai-nilai yang berasal dari budaya Indonesia sendiri. Tidak serta merta nilai-nilai dari luar dicaplok begitu rupa. Perlu kiranya belajar perkembangan hukum di Negeri Sakura, sekalipun arus globalisasi bergerak, tetapi Jepang tetap menerapkan prinsip voluminous, systematic, comprehensive and meticulously detailed. Nilai-nilai hukum nasional tetap dipertahankan, namun tidak menjadikan Jepang inferioritas di mata dunia, justru menjadi negara maju tanpa tercerabut dari akar budayanya. Oleh karena itu, landasan terpenting yang dipergunakan untuk menjelaskan nilai-nilai dasar bagi pembentukan hukum Nasional tidak lain adalah Pancasila yang mengandung lima sila atau nilai dasar. Lima nilai dasar ini dianggap sebagai cerminan sejati dari budaya bangsa Indonesia yang plural. Artinya, lima nilai dasar itu menjadi sumber asas-asas hukum nasional, sekaligus basis ideal (spiritual) untuk menentukan suatu norma hukum. Pembangunan hukum pun harus bersifat menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan. Arah pembangunan hukum bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan arah pembangunan dibidang lainnya dan memerlukan penyelarasan dengan garis-garis besar gagasan dalam UUD NRI Tahun 1945. Pembentukan undang-undang adalah bagian dari pembangunan hukum yang mencakup pembangunan sistem hukum nasional. Pembangunan hukum harus harmonis dengan tuntutan global seperti saat ini, namun tidak boleh meninggalkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Pembangunan hukum Nasional harus dilakukan dari dalam Indonesia sendiri (development from within). Untuk itu hukum Nasional Indonesia harus dikuatkan baik substansi maupun proses agar mampu menghadapi arus globalisasi. Untuk itu perlu selalu diingat bahwa politik hukum nasional harus berpijak pada kerangka dasar, yaitu 6 : pertama, politik hukum nasional harus selalu mengarah pada cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila; kedua, politik hukum harus ditujukan untuk mencapai tujuan negara; ketiga, politik hukum harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: berbasis moral agama, menghargai dan melindungi hak asasi manusia tanpa diskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa, meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat, dan membangun keadilan sosial; keempat, apabila dikaitkan dengan cita hukum negara Indonesia, maka politik hukum harus melindungi semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa, mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan, mewujudkan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum) serta menciptakan toleransi hidup beragama berdasar keadaban dan kemanusiaan. Pada konteks inilah Mahkamah Konstitusi dihadirkan sebagai the guardiain of the constitution. Pembentuk UU harus senantiasa cermat dengan memperhatikan pijakan arah politik hukum, agar produk yang dihasilkannya tidak dibatalkan. Politik hukum yang demikian akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang bukan saja maju, sejahtera dan adil, tetapi juga mandiri. Hanya bangsa mandiri yang bisa tampil dalam kancah pergaulan internasional dengan posisi terhormat. Kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Kemandirian bukanlah kemandirian dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ketergantungan antarbangsa semakin kuat. Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya.

Diakhir paparannya Kepala BPHN, Enny Nurbaningsih menekankan bahwa Pembangunan hukum dapat tercapai jika seluruh cakupan yang terkait dengannya dapat difungsikan sebagai sarana untuk memperbarui masyarakat (social engineering). Namun, perekayasaan sosial perlu didukung kajian yang mendalam tentang hukum yang hidup di masyarakat (living law) dan tingkat kesiapan masyarakat dalam menyikapi pembaruan yang akan dilakukan. Sejak era reformasi bergulir tuntutan perbaikan sistem hukum nasional terus bergerak, dalam rangka menghadirkan dan membangun negara yang membahagiakan rakyatnya. *tatungoneal