Analisis dan Evaluasi UU Pertahanan Negara: Pengaturan Komprehensif dan Perkembangan Teknologi jadi Isu Utama

BPHN.GO.ID – Jember. Pertahanan negara merupakan suatu hal yang krusial, khususnya dalam menjaga keutuhan wilayah, menegakkan kedaulatan, dan menyelamatkan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan.  Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), mengungkapkan bahwa diperlukan sebuah sistem komprehensif yang dipersiapkan sedini mungkin untuk menjaga pertahanan negara. 

“Dibutuhkan sistem yang bersifat semesta, melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya termasuk hukum. Hal ini perlu dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut,” kata Widodo ketika memberikan arahan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Analisis dan Evaluasi Hukum Pertahanan Negara, yang digelar Kamis (25/07/2024). 

Tugas besar tersebut dihadapkan pada ancaman yang terus berkembang. Terletak di kawasan Asia Pasifik, Indonesia harus senantiasa bersiap menghadapi tantangan keamanan yang kompleks dan dinamis, dengan faktor risiko yang dapat menimbulkan konflik antarnegara. 

“Di luar ancaman yang bersifat tradisional, kita juga menghadapi tantangan yang berasal dari perkembangan teknologi. Perang Rusia dengan Ukraina misalnya, menunjukkan bagaimana teknologi dimanfaatkan untuk melancarkan serangan-serangan siber,” ungkap Widodo dalam kegiatan yang berlangsung di Universitas Jember, Jawa Timur ini.

Hal tersebut yang mendasari BPHN untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang melakukan analisis dan evaluasi hukum pertahanan negara. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Nur Ichwan, menjelaskan bahwa kegiatan FGD kali ini digelar dengan tujuan untuk mendapatkan pandangan narasumber dan pemangku kepentingan terkait hukum pertahanan negara di Indonesia. 


eJRE5vAYmxW031pGwGXvidcdb9ei4gFjvsyLVTKE.jpgKepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Nur Ichwan
“Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih empat puluh orang peserta dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam. Kami mengapresiasi kehadiran dosen, mahasiswa, perwakilan Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Jember, Kepolisian Resor Jember, serta perwakilan  organisasi masyarakat sipil dalam kegiatan ini,” ujar Nur Ichwan.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Jember, Slamin, berpendapat bahwa dewasa ini isu terkait keamanan siber dapat dikategorikan sebagai permasalahan pertahanan negara. “Bulan lalu, Pusat Data Nasional (PDN) diretas sehingga beberapa situs web lembaga pemerintahan tidak bisa diakses. Tak selalu identik dengan militer saja, peretasan seperti ini juga termasuk ancaman negara,” tambahnya.

Ketua Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Pertahanan Negara, Tongam Renikson Silaban, dalam paparannya mengatakan bahwa terdapat beberapa isu krusial yang menjadi fokus Pokja. Hal yang menjadi perhatian utama yaitu kesesuaian materi muatan peraturan perundang-undangan di bidang pertahanan negara dengan UUD 1945, relevansi pengaturan dengan perkembangan teknologi dan ancaman pertahanan saat ini, sinkronisasi atau harmonisasi peraturan di bidang pertahanan negara, hingga eksistensi lembaga di bidang pertahanan negara.

“Beberapa temuan krusial hasil analisis dan evaluasi Pokja yakni kesesuaian UU Pertahanan dengan amanat UUD 1945. Saat ini ada UU Pertahanan, namun tidak ada UU Keamanan. Tentunya hal tersebut  tidak sesuai dengan UUD 1945 yang mengamanatkan sistem pertahanan dan keamanan semesta sebagai satu kesatuan (tidak terpisah),” kata Tongam. 

Pengajar Hukum Internasional Publik FH Universitas Jember, Gautama B. Arundhati, membahas tentang Undang-Undang (UU) Pertahanan Negara. Menurut paragraf 3 huruf d Penjelasan Umum UU tersebut, Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik bebas aktif. 

“Dengan demikian, pertahanan negara ke luar bersifat defensif aktif, non-agresif, dan non-ekspansif sejauh kepentingan nasional tidak terancam. Atas dasar sikap dan pandangan tersebut, bangsa Indonesia tidak terikat atau ikut serta dalam suatu pakta pertahanan dengan negara lain,” kata Gautama. 

Menanggapi permasalahan dikotomi antara pertahanan dan keamanan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Y.A. Triana Ohoiwutun, berpandangan bahwa pada dasarnya pemisahan antara pertahanan dengan keamanan adalah hal yang mustahil tidak dilakukan. “Bagaimana kita mempertahankan suatu negara, apabila kita sendiri tidak merasa aman?” tanya Triana.

Triana memberikan rekomendasi kepada Pokja bahwa pengaturan pertahanan yang bersifat parsial sebaiknya dihindari.  Pertahanan dengan keamanan, baik keamanan individu, keamanan masyarakat, dan dalam skala yang lebih luas keamanan negara, sebaiknya disatukan. Pada dasarnya, keamanan merupakan ruh utama dari pertahanan negara.

Masukan pemikiran yang diberikan oleh para narasumber dan pemangku kepentingan diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan bagi Pokja dalam melakukan analisis dan evaluasi serta menyusun rekomendasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait pertahanan negara.