Dari ketentuan tersebut dapat ditafsirkan bahwa tugas itu yang selama ini dilakukan Sekretaris Negara akan beralih ke Menkehham.

Menkehham ad interim menambahkan bahwa ketentuan ini memerlukan masa peralihan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan untuk mengalihkan tugas dan fungsi pengundangan kepada Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut ia menjabarkan bahwa dalam UU ini ditegaskan bahwa RUU baik yang berasal dari DPR, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. Namun dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Program Legislasi Nasional.

Pembahasan RUU di DPR RI dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau Menteri yang ditugasi. Pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikutkan Dewan Perwakilan Daerah. Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan RUU hanya dilakukan pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi. Sedangkan ketentuan mengenai tata cara pembahasan RUU di DPR diatur lebih lanjut dengan Peraturan tata tertib DPR. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. MA Rachman menegaskan jika RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib dundangkan. Dalam RUU yang baru saja disetujui Dewan, diatur pula mengenai partisipasi masyarakat yang diberi hak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah sesuai pasal 53.

Secara singkat MA. Rachman mengemukakan beberapa substansi penting dalam RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dalam proses pembahasannya mendapat perhatian mendalam antara lain bahwa pembahasan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan merupakan pembahasan inti dari substansi RUU ini karena jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai landasan tingkatan hierarki penyusunan peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah.

Telah disepakati bahwa untuk menjaga konsistensi penyebutan peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur digunakan istilah peraturan. Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi atau timbul pertanyaan mengenai istilah Keputusan yang bersifat mengatur ataupun yang bersifat penetapan.

Dalam UU ini, diatur secara tegas hal-hal yang menjadi materi muatan peraturan perundang-undangan dan materi peraturan daerah.

Materi muatan yang harus diatur dengan UU adalah: mengatur lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang meliputi hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah negara dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, keuangan negara. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan UU Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi muatan untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.