<?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" />

 

Seminar Masalah Hukum Batas Laut Indonesia menghadirkan 9 pembicara, dan diikuti oleh 150 orang peserta aktif dari berbagai kalangan yang terkait dan memiliki keperdulian terhadap masalah kelautan, meliputi pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu, guru besar/akademisi hukum dan disiplin ilmu non-hukum, wakil-wakil instansi pemerintah, politisi, kalangan profesi/praktisi hukum, perwakilan negara sahabat, dan lembaga swadaya masyarakat.

 

Pidato Kunci di sampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada pembukaan Seminar,  dan penyajian  materi  disampaikan oleh para pembicara dalam Seminar, yaitu:

 

1.            Penetapan Batas Wilayah dan Yurisdiksi Negara Di Laut Menurut Hukum Internasional dan Peraturan Perundang-undangan Nasional, oleh Prof. DR. Etty R. Agoes, S.H., LL.M;

2.            Masalah Penamaan Pulau-pulau, Pulau-pulau terluar, dan Batas-batas Terluar Indonesia, oleh:  Prof. DR. Hasjim Djalal, MA;

3.            Penetapan dan Penentuan Batas Laut Indonesia: Urgensi dan Permasalahannya, oleh Kol. Laut (KH) Drs Rusdi Ridwan, Dipl. Cart.

4.            Perspektif Penyelesaian Perjanjian Batas Maritim Antara Indonesia dan Negara Tetangga, oleh Damos Dumoli Agusman, S.H., LL.M

5.            Peranan TNI-AL Dalam Penegakan Hukum Di Wilayah Perbatasan Laut Indonesia, oleh: Widojoko, S.H.

6.            Aspek Hukum Pencegahan Transnational Organized Crimes Di Wilayah Perbatasan Laut, oleh Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M

7.            Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Perbatasan Laut Indonesia, oleh Prof. DR. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

8.            Peranan dan Kedudukan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Pengembangan Wilayah Perbatasan Laut, oleh Dodi Riatmaji

9.            Skenario Penyelesaian Damai Ambalat, oleh Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M, Ph.D

 

            Setelah memperoleh masukan-masukan dari diskusi, Seminar mengambil kesimpulan sebagai berikut:

 

  1. Batas-batas wilayah negara adalah manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara.  Batas-batas wilayah ini ditentukan oleh proses sejarah, politik, dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional.  Penanganan masalah dan pengelolaan perbatasan sangat penting saat ini untuk digunakan bagi berbagai kepentingan dan keperluan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.  Untuk itu diperlukan strategi yang tepat untuk melakukan pengelolaan wilayah perbatasan nasional Indonesia.

 

  1. Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity).  Oleh karena itu pengelolaan wilayah ini perlu dilakukan melalui kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan pertahanan-keamanan. Disamping itu, pengelolaan sumberdaya kelautan memerlukan suatu kebijaksanaan pemerintah yang bersifat makro, terpadu, dan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap.

 

  1. Penyempurnaan batas-batas wilayah dan yurisdiksi negara di wilayah laut dapat menciptakan tegaknya wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia, terwujudnya rasa aman bagi segenap bangsa, dan terwujudnya perekonomian yang kuat melalui pemanfaatan sumberdaya alamnya.    Oleh karena itu, ada tiga agenda besar yang perlu segera dikerjakan dalam rangka pengelolaan wilayah perbatasan laut, yaitu:

a.      Penyelesaian batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga, serta batas-batas terluar yurisdiksi negara, seperti batas Landas Kontinen di luar 200 mil, yang harus diserahkan kepada Sekjen PBB sebelum Tahun 2009;

b.      Penguatan dan pengembangan kemampuan pertahanan-keamanan nasional di laut, khususnya di wilayah perbatasan;

c.      Memakmurkan kehidupan masyarakat di seluruh wilayah perbatasan <?xml:namespace prefix = st1 ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" />Indonesia melalui berbagai kegiatan pembangunan yang efisien, berkelanjutan dan berkeadilan atas dasar potensi sumberdaya dan budaya lokal serta aspek pemasaran.

 

  1. Pengertian batas wilayah tidak terbatas pada wilayah kedaulatan, akan tetapi mencakup yurisdiksi negara di bagian-bagian laut yang bukan wilayah negara.  Bagi Indonesia, kepentingan nasional di laut tidak terbatas hanya pada zona-zona maritim yang merupakan wilayah negara, tetapi juga meliputi bagian-bagian laut di luar wilayah negara dimana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi untuk penggunaannya.  Masalah batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut sampai saat ini masih menjadi persoalan sehingga perlu memperoleh perhatian untuk dijadikan sebagai prioritas dalam penyusunan legislasi nasional.

 

  1. Indonesia berbatasan laut langsung dengan 10 negara tetangga, yaitu Australia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Timor Leste, Papua New Guinea, Vietnam, India, Palau.  Sebagian besar penetapan batas wilayah dan yurisdiksinya di laut telah berhasil diselesaikan, akan tetapi masih ada beberapa bagian daerah perbatasan Indonesia yang belum jelas garis batasnya dengan negara tetangga.  Untuk itu, Indonesia harus membuat skala prioritas dan segera menyelesaikan seluruh permasalahan batas laut melalui perundingan dengan negara-negara tetangga untuk menetapkan batas wilayah laut, yang dituangkan dalam peta dan mendepositkannya di lembaga PBB sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982. 

 

  1. Di luar laut wilayahnya, Indonesia masih memiliki hak-hak berdaulat atas kekayaan alam yang ada di Zona Ekonomi Eksklusif, Zona Tambahan, dan Landas Kontinen serta mempunyai kepentingan di laut Bebas.  Untuk itu, perlu segera dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a.                  Batas ZEE Indonesia dengan negara tetangga harus ditetapkan melalui perjanjian. Batas-batas yang telah disepakati dalam perjanjian harus ditunjukkan dalam peta, atau dengan daftar koordinat geografis yang disertai data-data geodetic-nya.  Peta atau daftar koordinat geografis tersebut harus dipublikasikan secara wajar dan didepositkan pada Sekretaris Jenderal PBB.

 

b.                  Zona Tambahan perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan untuk mengawasi dan mencegah pelanggaran imigrasi, bea cukai, keuangan, dan karantina kesehatan dalam laut wilayah Indonesia.  Peraturan perundang-undangan ini sangat diperlukan agar pengawasan atas pentaatan ketentuan imigrasi, bea cukai dan karantina Indonesia dapat dilakukan jauh di luar perairan nusantara dan laut wilayah Indonesia.

 

c.                  UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen perlu segera direvisi karena UU tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.  Disamping itu, batas-batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga harus segera diselesaikan melalui perjanjian dan didepositkan pada Sekretaris Jenderal PBB.  Batas-batas yang telah diperjanjikan tersebut harus ditunjukkan dalam peta atau daftar koordinat geografis yang dipublikasikan.

d.                  Indonesia sangat berkepentingan untuk mengelola dan ikut memanfaatkan sumber-sumber perikanan di laut lepas di luar batas 200 mil ZEE-nya, baik untuk pelestarian sumber-sumber perikanan maupun untuk pemeliharaan lingkungan laut dan laut bebas itu sendiri.  Indonesia juga perlu melindungi nelayan-nelayan dan pelaut-pelautnya yang memanfaatkan dan melayari laut bebas tersebut.

 

  1. Penegakan hukum di laut dan sistem pengawasan kegiatan di laut harus lebih dicermati.  Kepemilikan laut yang luas dan kaya membawa konsekuensi akan mengundang pihak asing untuk mencoba mengambil kekayaan yang terkandung di dalamnya.  Di sisi lain fakta menunjukkan bahwa kemampuan aparat laut  dalam pengamanan wilayah, yaitu untuk memonitor, melakukan pengendalian dan menjaga keamanan yang dilakukan TNI-AL dan POLRI masih sangat terbatas.  Oleh karena itu, untuk melakukan sistem pengamanan di wilayah laut selain diperlukan dasar hukum yang jelas, juga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pertahanan-keamanan laut, seperti armada kapal patroli dan kapal perang yang memadai serta penambahan anggaran pemeliharaan kapal.

 

  1. Sistem Monitoring, Controling and Surveliance (MCS) yang telah dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan belum dimanfaatkan secara optimal oleh instansi lain yang terkait dengan penegakan hukum di laut.  Oleh karena itu, sistem ini perlu dimanfaatkan secara integral dan terpadu oleh seluruh stakeholders, sehingga dapat memfasilitasi kegiatan hankam di laut.

 

  1. Untuk dapat merealisasikan potensi ekonomi di wilayah perbatasan, khususnya pulau-pulau terluar, perlu dilaksanakan program pembangunan ekonomi yang berbasis potensi kelautan setempat yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang kondusif bagi investasi di wilayah perbatasan ini.

 

  1. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia ditengarai masih „inward looking“ dalam arti belum menunjukkan kepedulian terhadap perkembangan di wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi nasional, seperti perikanan di laut lepas dan penambangan di dasar laut internasional.  Indonesia perlu meningkatkan partisipasinya dalam berbagai Organisasi Perikanan Regional (RFMO), dan mulai berpartisipasi dalam penambangan dasar laut internasional.

 

  1. Strategi dan kebijakan pembangunan atau pengembangan kawasan perbatasan laut yang harus ditempuh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah adalah meningkatkan koordinasi yang dilandasi oleh tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pendayagunaan potensi nasional untuk mendukung pertahanan negara yang meliputi segala kegiatan peningkatan dan pemeliharaan sumber daya laut secara berkelanjutan. (Jakarta, 9 Juni 2005)