Dalam seminar tersebut semua topik yang dijadwalkan telah dibahas oleh seluruh pembicara antara lain :

1. Kajian Urgensi Ratifikasi Convention on Cyber Crime dan Implementasinya di Indonesia oleh Prof. Dr. H. Ahmad M Ramli, SH,MH

2. Cyber Crime dan Cyber Porn dikaitkan dengan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik oleh Ir Cahyana Ahmadjayadi

3. Cyber Crime, Cyber Porn dan penanggulangannya melalui ICT oleh KRMT Roy Suryo Notodiprojo

4.Kebijakan Hukum Pidana Menghadapi Perkembangan Delik Kesusilaan di Bidang Cyber (Cybersex/Cyberporn) oleh Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH

5. Peran Kerjasama Internasional Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyber Crime oleh I.B.R. Supancana SH,MH, PhD.

6. Kesiapan Kepolisian Negara dalam Pencegahan dan Penanggulanagan Cyber Crime dan Cyber Porn Oleh Setiadi, SH, MH (Mabes POLRI)

7. Pengalaman Malaysia dan Negara-negara lain dalam pencegahan dan penanggulangan Cyber Crime dan Cyber Porn oleh Dr. Sony Zulhuda.

8. Cyber Porn Dalam Prespektif Budaya dan Agama oleh Drs. Yasraf Amir Piliang., MA

Pada Sesi 1 terjadi diskusi yang mendalam antara pembicara dan peserta berkembang isu-isu berikut:

  • Asas-asas hukum yang dipakai untuk Cyber Crime dan Cyber Porn
  • Hal-hal yang sudah dipersiapkan dalam meratifikasi Convention on Cyber Crime
  • Kesiapan infrastruktur
  • Asas hukum kita yang diadopsi agar bisa menunjukan cita hukum kita sendiri
  • Asas unus testis nulus testis (satu saksi bukan saksi) tidak bisa diterapkan diperlukan hukum progresif dengan perkembangan cyber crime
  • Standarisasi alat bukti elektronik dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam persidangan.
  • belum ada sistem audit dalam pemakaian sistem informasi.

Pada sesi 1 tersebut diatas direkomendasikan :

a. Berkaitan dengan Ratifikasi Convention on Cybercrime :

1. Perlunya kajian mendalam mengenai urgensi, manfaat dan implikasi ratifikasi Convention on Cybercrime

2. Mendalami cara dan mekanisme ratifikasi termasuk kemungkinan reservasi

3. Mengantisipasi tindak lanjut ratifikasi

4. Penyiapan kelembagaan untuk antisipasi implementasinya

b. Masalah Cyber Crime dan Cyber Porn dalam RUU ITE

1. Mengingat sifat kegiatan di dunia cyber yang \'hi-tech\' dan \'high crime\' maka diperlukan \'hi-touch\' dalam rumusan RUU ITE

2. RUU ITE haruslah mengakomodasi perkembangan Cyber Crime dan Cyber Porn dan merumuskannya dalam ketentuan-ketentuan RUU ITE

3. Guna mengantisipasi ratifikasi Cyber Crime Convention maka ketentuan-ketantuan pada Cyber Crime Convention yang relevan agar dapat diintegrasikan pada rumusan RUU ITE

4. Dengan memperhatikan perkembangan pengaturan internasional maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian atas asas-asas tertentu dari hukum nasional misalnya perluasan asas teritorial.

5. Harmonisasi dengan "existing law" mutlak dilakukan dalam merumuskan aturan-aturan tentang Cyber Crime dan Cyber Porn pada RUU ITE

6. Agar dipertimbangkan penerapan hukum progresif dalam bidang ICT

7. Perlu pertanggungjawaban korporasi dalam Cyber Crime dan Cyber Porn

c. Penanggulangan Cyber Crime dan Cyber Porn melalui ICT security

Oleh Karena terbukti dapat menyelesaikan masalah maka ICT dapat digunakan untuk penanggulangan Cyber Crime dan Cyber Porn.

Pada Sesi Diskusi 2 berkembang isu-isu sebagai berikut :

  • Fokus penanganan Cyber Crime (Cyber Porn) dalam kerangka perlindungan anak sebagai aset bangsa
  • Tindak pidana Cyber Crime diusulkan sebagai pidana biasa
  • Hukum tidak hanya meliputi Undang-undang tetapi juga nilai-nilai yang hidup di masyarakat
  • Prinsip kehati-hatian dalam mengadopsi peraturan asing (barat)
  • Perumusan delik materiil dalam penangan Cyber Crime
  • Pengertian-pengertian dalam KUHP diperluas dalam penanganan Cyber Crime dan Cyber Porn
  • Penyikapan terhadap kejahatan korporasi transnasional termasuk pertanggung jawaban korporasi

Rekomendasi Sesi 2

a. Perlu disusun Program Komisi Pemerintah untuk Pencegahan Kejahatan ( The Government Committee for Prevention of Crime) yang disingkat Government Committee

b. Perlu rekonstruksi cara berpikir dalam memahami KUHP, khusunya terkait dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan pornografi sehingga KUHP bisa diimplementasikan dalam penangan cyberporn

c. Perkembangan kejahatan transnasional yang melibatkan korporasi perlu disikapi secara hukum termasuk menyangkut aspek pertanggungjawaban pidana korporasi (corporate criminal liability)

d. Menyangkut kerjasama internasional dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime dan cyberporn :

1. Kerjasama internasional merupakan suatu kebutuhan mutlak dalam pencegahan dan penanggulangan cyberpornografi, khususnya child pornografi;

2. Kerjasama internasional perlu dikembangkan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, nilai-nilai budaya serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tanpa merugikan kepentingan sah negara lain.

3. Dalam rangka mengembangkan hukum nasional sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap cybercrime dan cyberporn perlu dipertimbangkan instrumen-instrumen internasional terkait baik hard law maupun soft law agar tercipta hukum nasional yang berstandar internasional.

4. Pilihan yang dapat ditempuh dalam pengembangan hukum nasional dapat berupa : adopsi, adaptasi, modifikasi atau inovasi/invensi

5 Dalam penanganan kasus child pornografi perlu disertai dengan saksi ahli yang memahami aspek-aspek psikologis serta ditingkatkannya kepedulian pemerintah terhadap permaslahan ini.

Pada Sesi Diskusi 3 berkembang isu-isu sebagai berikut :

  • Cyber Crime memberikan pengaruh terhadap budaya dan agama
  • Penyikapan hukum terhadap Cyber Porn tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama setempat
  • Problema penegakan hukum terhadap Cyber Crime dan Cyber Porn disebabkan berbagai keterbatasan yang ada
  • Persolan paradigmatik yang menjadi kendala dalam interaksi antara hukum dan budaya
  • Kemampuan RUU ITE mengakomodasikan perkembangan Cyber Crime dan Cyber Porn
  • Penyikapan hukum terhadap anak sebagai pelaku Cyber Crime dan Cyber Porn
  • Kemungkinan memasukan Cyber Crime dan Cyber Porn sebagai tindak pidana pokok melalui amandemen KUHP dan KUHAP

Rekomendasi Sesi 3

a. Perlunya peningkatan kapasitas kelembagaan, personil, peralatan (termasuk laboratorium forensik) dan pelatihan dalam pencegahan dan penanggulangan Cyber Crime dan Cyber Porn, terutama di wilayah-wilayah dengan didukung oleh ahli-ahli setempat.

b. Perlu ditingkatkan kerjasama dibidang penegakan hukum dalam pemberantasan Cyber Porn, khusunya child pornografi serta menerapkan undang-undang perlindungan anak untuk menjerat pelakunya.

c. Pengalaman Malaysia dan negara-negara lainnya dalam pencegahan dan penagggulanganCyber Crime dan Cyber Porn perlu menjadi acuan dan pertimbangan dalam pengembangan hukum nasional dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

d. Pendekatan \'self-regulatory\' disamping \'legislasi\' menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam pencegahan dan penanggulangan Cyber Crime dan Cyber Porn dengan melibatkan berbagai kalangan, termasuk industri.

e.Perlu \'penguatan komunitas nyata (real community) dengan maksud untuk membangun kembali dan memperkuat rasa kebersamaan menyangkut tempat nyata (keluarga, desa, kota, negara) yang di dalamnya berlangsung interaksi sosial secara tatap muka (face to face) yang karena sifatnya yang tak-anonim mendorong setiap orang untuk memperkuat landasan moral dan etika dari setiap tindakan.

f. Perlu membangun ulang \'budaya malu (shame culture) yang mulai terkikis di dalam dunia tanpa sekat dan telanjanng.

g Perlu membangun cyberwacht yang kuat, yaitu mekanisme \'pengawas\' dari komunitas itu sendiri terhadap efek-efek negatif dari cyberporn terhadap setiap warganya.

h. Fungsi \'pengawasan\' (wacht) harus dibangun secara bertingkat-tingkat dan berlapis-lapis (stratified wachting system), mulai dari tingkat individu (self-wachting), keluarga, rukun tetangga, sekolah, desa, kota, wilayah dan negara).

i. Perlu dibuatkan semacam sistem \'pemata-mataan\' (surveillance system) yang memungkinkan aktivitas melihat cyberporn dapat dideteksi lebih awal, terutama di tempat-tempat umum seperti warnet. Rasa keterawasan (surveilanced) setidak-tidaknya dapat menimbulkan \'rasa takut terlihat\' atau \'rasa bersalah\' pada diri setiap orang yang memasuki dunia haram cyberporn itu