Jakarta, BPHN.go.id – Upaya mendorong Kementerian/Lembaga untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil analisis dan evaluasi terus diupayakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Salah satu upayanya, BPHN melakukan safari ke sejumlah Kementerian/Lembaga dengan tujuan menghasilkan satu pemahaman yang sama dalam melihat rekomendasi yang dikeluarkan.

Kepala BPHN Prof R. Benny Riyanto sendiri mengakui bahwa rekomendasi hasil analisis dan evaluasi yang dikeluarkan BPHN belum memiliki daya ikat bagi Kementerian/Lembaga yang disebut dalam rekomendasi. Selain belum adanya payung hukum yang mewajibkan, belum ditindaklanjutinya rekomendasi hasil analisis dan evaluasi lantaran pihak yang dapat menginisiasi peraturan perundang-undangan bukan semata-mata pemerintah melainkan DPR dan DPRD.

“Kalau usulan Pemerintah, kita bisa saling menghargai apa yang harus dilakukan. Namun, kalau inisiator itu dari DPR/DPRD dan rekomendasinya adalah harus dicabut, diganti atau diubah, sejauh mana kira-kira kepatuhan untuk mengindahkan rekomendasi hasil analisis dan evaluasi,” kata Kepala BPHN, saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi: Tindak Lanjut Rencana Aksi Pelaksanaan Rekomendasi Analisis dan Evaluasi Hukum, Rabu (20/2) di Aula lt. 4 BPHN – Jakarta Timur.

Pemahaman terhadap rekomendasi hasil analisis dan evaluasi hukum, kata Prof R. Benny, belum seragam lantaran UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sama sekali tidak mengatur terkait evaluasi peraturan perundang-undangan dengan kata lain masih terbatas pada aspek pembentukan peraturan perundang-undangan hingga proses pengundangan semata. Sehingga, lanjut Prof R. Benny, instrumen untuk mengukur apakah peraturan tersebut berjalan efektif atau tidak, diharapkan dapat dimasukan dalam revisi UU Nomor 12 Tahun 2011.

Konsep revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 sudah dimunculkan adanya analisis dan evaluasi terhadap regulasi existing. Sehingga nanti tidak hanya mengatur pembentukan melainkan siklusnya berputar hingga analisis dan evaluasi,” kata Prof R. Benny.

Sebagai informasi, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasinoal BPHN diberi mandat melalui Permenkumham Nomor 29 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan kegiatan analisis dan evaluasi sejak tahun 2016. Analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan tidak hanya untuk memperbaiki hukum yang ada (existing), tetapi juga untuk perbaikan terhadap sistem hukum yang mencakup materi hukum, kelembagaan hukum, penegakan hukum, dan pelayanan hukum serta kesadaran hukum masyarakat.

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Liestiarini Wulandari mengatakan bahwa hasil analisis evaluasi berupa rekomendasi terhadap status peraturan perundang-undangan yang dianalisis, yakni: diubah, dicabut atau dipertahankan. Mekanisme evaluasi hukum ini dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mendeteksi peraturan perundang-undangan apakah tumpang tindih, disharmonis, kontradiktif, multitafsir, tidak efektif, menimbulkan beban biaya tinggi, serta tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

“Dalam kurun waktu tiga tahun kebelakang ini, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional telah menganalisa 759 Peraturan Perundang-Undangan dan menghasilkan rekomendasi di mana 184 Peraturan Perundang-Undangan di antaranya memiliki urgensitas cukup tinggi, dicantumkan dalam Buku Rekomendasi Analisis dan Evaluasi Hukum 2016-2018, dan telah disampaikan kepada Kementerian/LPNK terkait,” kata Lies, dalam kesempatan yang sama.

Rekomendasi-rekomendasi ini, lanjut Lies, perlu diinformasikan kembali kepada para pemangku kebijakan untuk ditindaklanjuti. Kedepan, Lies berharap Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang menjadi tanggung jawab sektornya masing masing (self evaluation). Dengan begitu, upaya mewujudkan penataan regulasi yang lebih cepat dan komprehensif akan tercapai tentunya dengan dukungan dan sinergitas antara BPHN dan para pemangku kepentingan.

“Sebagai siklus yang mendukung proses penataan regulasi maka monitoring dan evaluasi (monev) merupakan sarana pemantauan terhadap tindak lanjut atas berbagai rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional. Kegiatan monitoring ditujukan kepada Kementerian/Lembaga yang memiliki keterkaitan dengan rekomendasi yang telah dihasilkan,” kata Lies. 

Diselaraskan dengan Program Prioritas Nasional

Dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Rencana Aksi Pelaksanaan Rekomendasi Analisis dan Evaluasi Hukum, muncul ide dari sejumlah Kementerian/Lembaga agar rekomendasi hasil analisis dan evaluasi hukum ini dapat dimanfaatkan. Salah satu gagasan yang menarik adalah usulan agar kegiatan analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan BPHN setiap tahun diselaraskan dengan program prioritas nasional.

Direktur Hukum dan Regulasi Kementerian PPN/Bappenas, Prahesti Pandanwangi, dalam kesempatan tersebut mendorong BPHN untuk menginventarisasi peraturan perundang-undangan dengan merujuk pada isu yang mengemuka sesuai program prioritas nasional. Selain itu, Hesti –sapaan akrabnya- juga mendorong BPHN agar menganalisa peraturan perundang-undangan tersebut secara utuh berdasarkan isu sehingga akan muncul benang merah terhadap apa yang menjadi permasalahan bagi Kementerian/Lembaga tertentu.

Catatan kami, analisis itu perlu ada benang merah satu dengan yang lainnya. Misalnya terkait lingkungan hidup, ini untuk melihat keterkaitan satu dengan lain dan keterkaitan pembangunan kedepan. Kalau misalnya kita lihat hanya satu aturan, akan repot bagi K/L misalnya tidak bisa memotret isu secara utuh. Ini akan lebih mudah ketika akan di-follow up,” kata Hesti.

image host image host image host image host image host image host

(Erna Priliasari/Nanda Narendra)