RAPAT KOORDINASI ANTARA BPHN dan UKP4

TENTANG PEMBAHASAN RANCANGAN PETA JALAN PEMBARUAN HUKUM SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

 

Jakarta, WARTA-bphn          

Badan Pembinaan Hukum Nasional  dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengedalian Pembangunan (UKP-PPP) melakukan pembahasan bersama tentang rancangan Peta Jalan Pembaruan Hukum Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup serta Metode Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di kantor Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jl. May. Jen. Sutoyo-Cililitan Jakarta Timur, Kamis (18/12).

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih dalam sambutannya menyampaikan  terima kasih atas kehadirannya di BPHN untuk mengikuti kegiatan Pembahasan Hasil kajian yang dilakukan oleh UKP-4 dan BPHN yang merupakan salah satu agenda pokok dari pemerintahan Jokowi –JK.

Selain itu Enny juga menyampaikan hasil pertemuan dengan DPD RI dengan Kemenkumham beberapa waktu lalu, dalam pertemuan tersebut DPD RI mengatakan adanya 83 UU yang saling bertabrakan disektor Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup. Menurut DPD RI kondisi semacam ini menandakan bahwa betapa carut marutnya  perundang-undangan disemua sektor  yang terkait dengan sumber daya alam maupun lingkungan hidup.

Mendengar penjelasan tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional sebagai pembina hukum nasional langsung mengintruksikan seluruh jajaran di lingkungan Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk mengkaji dan meneliti apa yang disampaikan oleh DPD RI tersebut untuk segera diperbaiki agar tidak menjadi penghambat disektor ekonomi. Mengingat bahwa tahun ini merupakan tahun ke tiga dari RPJP Nasional yang memfokuskan pada daya saing ekonomi yang kompentitif dengan dukungan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan IPTEK yang unggul. Persoalan yang diungkapkan oleh DPD RI tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, sebagai pembina hukum nasional.

Namun dalam saat bersamaan, kami mendapat informasi bahwa Badan  Pengolah REDD++ yang terdiri dari KPK dan UKP-4 telah membentuk tim untuk melakukan kajian terkait hukum pembaruan sumber daya alam lingkungan hidup. Sebenarnya tugas tersebut merupakan tugas yang belum terselesaikan, sebab dalam TAP MRP No. XI Tahun 1998 sampai saat ini belum tuntas terbahas mengenai reformasi disektor agraria dan kini menjadi bagian tugas kami untuk segera direalisasikan, tambah Enny.

Di kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih pada tim yang telah membuat hasil kajian Peta Jalan Pembaruan Hukum Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Hasil kajian tersebut tentunya sebagai bagian yang akan digunakan dalam proses reformasi peraturan perundang-undangan. Kondisi ini juga yang menjadi pertanyaan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sebab OECD sangat exis memantau sejauh mana reformasi peraturan perundang-undangan tersebut dijalankan. Hasil kajian ini juga akan kami gunakan dalam penataan sektor-sektor yang mendukung perekonomian atau sebagai bagian sektor lain yang harus diperbaiki. Jika perbaikan ini tidak segera dilakukan maka agenda Nawa Cita dikhawatirkan tidak akan berjalan secara optimal.

Kementerian Hukum dan HAM, khususnya BPHN telah diberi mandat sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk melakukan proses perencanaan seluruh produk regulasi dalam sebuah kerangka regulasi. Sementara BPHN dihadapkan juga dengan situasi banyak hal-hal yang saling bertentangan. Jadi, tugas berat BPHN selain untuk menyelesaikan pertentangan tersebut juga harus menyusun agenda kerangka regulasi, sehingga harapan kedepan tidak terjadi lagi kondisi sama terulang kembali. Oleh karena itu, dibuat pijakan oleh BPHN dengan menekankan bahwa apapun usulan produk perundang-undangan harus bisa dikoneksikan dengan RPJPN, khususnya RPJMN dan RKP. Seperti diketahui bahwa hutang hasil prolegnas lima tahun lalu masih banyak, karena pemerintah dan DPR hanya mencapai 27 persen dari total yang diusulkan 261 RUU. Oleh karena itu, untuk merapikan kondisi tersebut, kami dilarang untuk mengajukan RUU terlalu banyak. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Presiden agar dalam pembuatan RUU harus  menekankan pada kualitas bukan kuantitas.

Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM telah diberi mandat  melalui Peraturan Presiden No. 87   Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, agar antar sektor harus sudah matang dan tidak ada lagi pertentangan antar peraturan satu sama lainnya, walaupun hal ini baru berjalan di tahun 2015.

Selanjutnya, Enny juga menyampaikan bahwa kegiatan ini dirasakan sangat meringankan upaya BPHN dalam menata seluruh produk regulasi yang dilakukan saat ini, sekaligus untuk menyelesaikan persoalan-persoalan regulasi yang belum tuntas.

Sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan, bahwa BPHN harus mereform regulasi yang berlaku saat ini, sehingga kedepan dapat menghilangkan egosektor agar tiap produk regulasi menjadi berkualitas untuk digunakan oleh stakeholder siapapun, hal ini juga yang ditekankan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam Rapat Pembahasan Tahunan  Penyusunan Program Legislasi Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden,Senin (15–16/12) di Gd.BPHN, demikian secara jelas persoalan yang disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih dalam Pertemuan tersebut.*tatungoneal