Sementara itu, di tingkat internasional dengan dimasukkannya Perjanjian mengenai Aspek-aspek Perdagangan yang Terkait dengan HKI (Agreement on Trade Relate Aspects of Intelectual Property Rights) dalam Penyajian Pembentukan Organisasi Perdagangan Sedunia) (Agreement Establishing the World Trade Organization) tahun 1999, HKI telah menjadi salah satu serta komponen penting dalam perdagangan global.

Pemerintah menurutnya, telah berupaya meningkatkan kualitas system perlindungan HKI. Memberdayakan sistem HKI dalam proses pengalihan dan pengembangan teknologi untuk percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Dibidang hukum, misalnya pada sistem ini Indonesia memiliki perangkat Peraturan Perundang-undangan yang lengkap di bidang HKI, meliputi Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Usaha Sirkuit Terpadu, Undang-Undang No. 30 Tahun 200 tentang Rahasia Dagang dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Indonesia pun telah meratifikasi beberapa konvensi Internasional di bidang HKI sebagaimana disyaratkan oleh Perjanjian TRIPs.

Sejalan dengan itu, upaya-upaya perlindungan dalam rangka penegakan hukum memang masih menjadi sorotan dan tantangan. Ia menyatakan, penyebab tingginya tingkat pelanggaran hukum dalam bentuk pembajakan dan pemalsuan produk HKI, karena penegakan hukum lemah dan tidak tegas. Ini bisa dilihat, penjualan barang bajakan dan palsu masih semarak seakan tidak terjamah hukum. Bahkan katanya, Penanganan kasus pelanggaran HKI sering kali tidak diketahui akhirnya, kalaupun ada hukum yang diberikan dirasakan tidak memadai.

Kemudian Yusril menilai bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut memicu kemudahan dalam pelanggaran HKI. Karena dimaklumi, memproduksi dan memasarkan satu lagu atau karya tulis misalnya, butuh kerja keras, waktu dan dana. Dengan perangkat teknologi ini, dapat dengan mudahnya memperbanyak dan menggandakan dalam praktek pemalsuan atau pembajakan.

Pada sisi lain kita masih senang dan sering menggunakan merek-merek asing yang terkenal, namun tidak sah, walaupun sebenarnya produk dan identitas kita tidak kalah, contohnya merek Sosro, Mustika Ratu, makan saja Wong Solo.

Jadi, isu lemahnya penegakan hukum dibidang HKI, tidak terelakkan menjadi senjata bagi negara-negara maju untuk meremehkan Indonesia dalam berbagai kesempatan. Walau terkadang menurutnya laporan-laporan data tuduhan yang disampaikan mitra dagang mengenai pelanggaran HKI di Indonesia tidak seluruhnya fair. Setidaknya ajakan Menteri Kehakiman dan HAM dengan kita menyadari hal-hal yang perlu diperbaiki, perlu ditingkatkan dan diupayakan dalam penegakan hukum HKI ini di tanah air.

Yusril mengatakan bahwa, HKI semata soal perlindungan hukum. HKI terkait dengan teknologi, ekonomi, dan martabat bangsa. Dengan demikian, pengembangan sistem HKI menurutnya masalah yang tidak hanya dilakukan dengan pendekatan hukum (Legal Approach) tetapi juga pendekatan teknologi dan bisnis (Bussines and Technology Approach). Sehingga bukan urusan satu instansi semata (Direktorat Jenderal HKI) melainkan harus didukung oleh berbagai pihak dan instansi terkait. Demikian Yusril mengakhiri sambutannya seraya menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang terlibat dalam peringatan HKI sedunia ke-4.

wso shell sunucu tara mass alexa sorgula base64 decode hacklink sat?? wordpress tehemes