Bali, BPHN.go.id – Pemerintah berupaya agar masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan bantuan hukum. Pemenuhan akses terhadap keadilan (access to justice) tersebut, salah satunya didorong melalui optimalisasi peran Paralegal di tingkat desa. Nantinya Paralegal ‘Desa’ ini yang akan membantu warga desa yang mengalami persoalan di bidang hukum.
Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R Benny Riyanto mengatakan, keberadaan Paralegal diharapkan bisa lebih berdampak terhadap masyarakat terutama di tingkat desa. BPHN sendiri mendorong agar Paralegal ‘Desa’ ini memainkan peran yang sangat penting, yakni menjadi agen dalam pembangunan budaya hukum di masyarakat.
“Paralegal ‘Desa’ diharapkan menjadi juru damai di desa. Penanganan konflik di desa tidak cukup dengan pendekatan sosial dan kultural melainkan juga dengan pendekatan hukum. Karena itu, Paralegal diharapkan berperan dalam pencegahan, penangangan hingga pemulihan pasca konflik,” kata Kepala BPHN dalam acara “Paralegal dalam Pembentukan Desa Sadar Hukum yang Berkualitas” yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenkumham Bali, Rabu (19/8).
Inisiatif melahirkan Paralegal ‘Desa’, lanjut Kepala BPHN, dilatarbelakangi karena masih minimnya jumlah advokat yang tergabung dalam Organisasi Bantuan Hukum (OBH) atau yang juga dikenal dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), di mana persebarannya tidak merata dan terpusat di ibu kota Provnsi. Olah karenanya, BPHN mendorong Desa/Kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai Desa Sadar Hukum (DSH), dapat melahirkan Paralegal ‘Desa’ khususnya dari Keluarga Sadar Hukum (Kelompok Kadarkum).
Berdasarkan data yang dimiliki BPHN, Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang telah diresmikan per Januari 2020, sebanyak 5.744 Desa atau Kelurahan. Jumlah tersebut terbilang minim dibandingkan total Desa atau Kelurahan di seluruh Indonesia yang mencapai 81.239 Desa atau Kelurahan. Dengan hadirnya Paralegal ‘Desa’, diharapkan dapat membantu mengisi kekosongan advokat di wilayah terpencil serta kegiatan advokasi kebijakan di tingkat desa bagi masyarakat yang dalam posisi rentan dan marjinal, tetap memiliki hak yang sama dalam pembangunan desa serta akses terhadap sumber daya di desa.
“Pada gilirannya, Paralegal ‘Desa’ dari Kelompok Kadarkum akan menjadi anggota OBH sebagai Pelaksana Bantuan Hukum yang akan memberikan bantuan hukum non-litigasi. Paralegal ‘Desa’ diharapkan dapat memberikan layanan kedaruratan saat masyarakat desa menghadapi masalah hukum, yakni dengan bantuan hukum non-litigasi,” kata Kepala BPHN.
Sebagai gambaran, Kelompok Kadarkum merupakan cikal bakal dari terbentuknya Desa Sadar Hukum (DSH). Merujuk Surat Edaran Kepala BPHN Nomor: PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum, untuk dapat ditetapkan sebagai DSH, suatu daerah harus lolos dalam penilaian empat dimensi yang ditetapkan, yakni dimensi akses informasi hukum, imlementasi hukum, akses keadilan, dan akses demokrasi dan regulasi.
Bila dijabarkan, pemenuhan dimensi akses informasi hukum berupa program peningkatan kesadaran hukum di desa. Kemudian, dimensi implementasi hukum dilihat dari sudah patuhkah masyarakat dalam membayar pajak atau dilihat juga apakah tingkat kriminalitas seperti kasus narkotika, perdagangan orang dan anak, sudah menurun. Sementara, dimensi akses keadilan, berupa tersediakah layanan bantuan hukum di daerah. Serta, untuk dimensi yang terakhir, yakni akses demokrasi dan regulasi, akan dilihat apakah pembentukan peraturan di desa sudah melibatkan peran serta masyarakat.
“Kelompok kadarkum yang dilatih sebagai Paralegal ‘Desa’ menjadi cerminan keterlibatan langsung masyarakat dalam pembangunan budaya hukum di desa, dari peran sebagai akses informasi hukum, akses keadilan maupun bagian dari layanan bantuan hukum oleh OBH, hingga akses demokrasi dan regulasi di mana Paralegal diharapkan kelak setelah diberi pelatihan pembuatan peraturan desa dapat terlibat aktif di dalamnya,” kata Kepala BPHN. (NNP)