Surabaya. WARTA BPHN

Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (Pusrenbangkumnas) – BPHN lakukan kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dalam kegiatan Diskusi Publik tentang Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Acara Perdata. Hadir tiga orang narasumber yang berkompeten yaitu, seorang mantan hakim dan juga pengamat hukum, Asep Iwan Iriawan; Prof. Togar Akademisi dan pemerhati hukum serta Prof. Eva.

Kegiatan yang diselenggarakan di Aula Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dihadiri lebih dari lima seratus peserta yang terdiri unsur akademisi, LSM, Advokat, Biro Hukum Pemda Provinsi serta beberapa tamu undangan.

Dalam kesempatan tersebut, Asep Iwan Iriawan menyampaikan bahwa Penerapan hukum acara perdata dari begitu banyak aturan sehingga seringkali akan berbeda penerapan, berbeda tafsir, padahal dari satu sumber, apalagi dari 2 sumber yang berbeda, kata mantan hakim. Begitu juga dalam Penyusunan Naskah Akademik,  menurut beliau NA merupakan dasar penyusunan RUU sesuai dengan UU 12 tahun 2011, dimana penyebarluasan dan mengakomodasi/partisipasi masyarakat. Dalam forum tersebut beliau mengatakan bahwa pada tahun 1967 telah disetujui RUU Hukum Acara Perdata untuk dibahas, akan tetapi hingga saat ini belum pernah selesai.

Hal serupa juga disampaikan olrh Prof Eva bahwa tahun 1987 membantu merumuskan Naskah Akademik RUU, dengan Prof. Sudikno. Dan Untuk hukum-hukum yang tidak sensitif menurut prof. Mochtar harus komprehensif kodifikasi dan unifikasi. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah Warneting merupakan doktrin, akan tetapi apabila dimasukan dalam RUU, akan menjadi dasar hukum sehingga orang tidak akan memiliki penafsiran berbeda serta dilema. Dan kekuatan bukti surat berdasarkan aslinya, akan tetapi akan memiliki tingkat kesulitan apabila disandingkan dengan surat elektronik. Dalam kesempatan ini kami mengusulkan untuk segera memasukan tata cara hukum acara cepat, perma no 2 tahun 2015 tentang hukum acara cepat (small claim court), akan tetapi hal ini harus dimasukkan dalam hukum acara perdata. Apabila dimasukkan dalam RUU maka lembaga-lembaga yang tersebar terkait penyelesaian sengketa perdata harus dihapus atau disederhanakan agar tidak terjadi tumpang tindih, seperti BPSK.

Sementara Prof. Sogar lebih menekan pada proses Naskah Akademik. Menurut beliau Naskah Akademik merupakan pondasi RUU, oleh karena itu harus ada hubungan yang erat antara NA dan RUU, disamping sebagai dasar penyusunan RUU, saya juga menganjurkan bahwa produk RUU kita masih bias, akan tetapi dalam penjelasan disebut cukup jelas. Karenanya saya harapkan NA merupakan dasar yang menjelaskan tujuan pembentukan UU. Dalam Hukum acara perdata sebenarnya telah terbit beratus-ratus surat edaran, yurisprudensi, akan tetapi belum disinggung dalam naskah akademik. Apabila akan membentuk UU baru maka jangan melupakan UU yang ada, dalam arti perlu dijaga sinkronisasinya. Harus diperhatikan asas dalam pembentukan UU, bahwa asas merupakan dasar fundamental dibalik penyusunan norma. Dalam naskah akademik RUU ini ada 19 asas, tolong untuk direview kembali asas-asas tersebut. Substansi pengaturan, terkait pemanggilan banyak yang disalah gunakan, seolah-olah tergugat meneriam akan tetapi sebenarnya tidak, maka akan jatuh putusan verstek. Terkait pembuktian, terkait akta harus memperhatikan UU yang ada yaitu UU jabatan Notaris. Asas pembuktian harus dimasukan dalam Naskah Akademik, yang harus dikecualikan.*tatungoneal