Jakarta, BPHN

Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengundang enam puluh delapan Kementerian dan lembaga Non kementerian untuk duduk bersama dalam program penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPERPRES) Tahun 2018 yang diselenggarakan di Ancol selama dua hari (15-16/11), Jakarta.

Kepala BPHN, Enny Nurbaningsih dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan Pembahasan Tahunan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan penyusunan Rancanan Peraturan Presiden (RPERPRES) merupakan penjewantahan dari UU No. 12/11 tentang  pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di mulai dengan perencanaan, yaitu disusun terencana, dan sistematis.

“Perencanaan khusus program penyusunan RPP dan RPerRPerPres disusun untuk satu tahun kedepan, dalam rangka finalisasi program perencanaan penyusunan PP dan Perpres untuk diajukan ke presiden untuk ditetapkan dalam keputusan presiden” ujar Enny Nurbanigsih.

Untuk itu, BPHN perlu untuk pengadakan konsolidasi dengan K/L  untuk membahasa usulan tahun 2018 yang harus didasarkan pada skala prioritas dengan melihat tingkat keterdesakan dan kebutuhan bagi pembangunan nasional yang realisitis.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly hadir sebagai keynote menegaskan bahwa Pembahasan proram tahunan penyusunan RPP dan RPerPres merupakan langkah strategis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan untuk mendorong reformasi perundang-undangan dalam rangka memberikan keadilan dan kepastian hukum.

Penataan peraturan perundang-undangan merupakan paket kebijakan hukum yg mengamanatkan agar pembentukan hukum harus pada kadar kwalitas bukan pada kwantitas.

“Presiden seringkali menyampaikan bahwa dalam peraturan perundang-undangan seringkali tidak sinkron satu sama lainnya. Dan yang menjadi perhatian presiden adalah dalam pembentukan peraturan tersebut justru menjadi penghambat dalam investasi dalam pembangunan.

“Disharmonis beberapa peraturan perundang-undangan dalam pembentukannya oleh K/L dikarenakan masih adanya ego sektoral semata”, ujar Yasonna.

Dan saat ini merupakan mementum yang sangat penting dalam pembentukan RPP dan RperPres untuk kepentingan negara dan bangsa, bukan untuk egos sektral lembaga masing-masing.

“Saya minta dalam pembentukan penyusunan RPP dan penyusunan RPerPres betul-betul skala prioratis. Menderugalsai hambatan-hambatan dalam investasi dan mengisi kevakuman hukum yang betul-betul mampu mendorong dalam mengaturan penguatan  yang diperlukan untuk itu”, harap beliau.

Proses pembentukan peraturan perundang-undangan belum menerapkan good regulation. Proses regulasi belum optimal dikarenakan masih ada ego sektoral dari masing-msaing K/L.

Kemenkumah sebagai leading sektor agar mengkoordinasikan K/Ll, duduk bersama untuk membentuk peraturan yang dibutuhkan dalam rangka kepentingan negara.

Kegiatan ini dihadiri oleh Sekretaris BPHN, Audy Murfi, Staf Ahli dai Kemenkum dan HAM, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan – Kemenkum dan HAM, Sekretaris Negara dan Bapenas dan Kementerian dan Lembaga Non Kementerian.*tatungoneal –HUMAS)