Dari hasil kajian yang dilakukan BPHN, untuk menutup peluang dan sekaligus memberantas praktik mafia hukum serta peradilan di berbagai aparat penegak hukum, saat ini mutlak diperlukan adanya sebuah ketentuan khusus yang mengaturnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

 

Ketentuan tersebut tidak hanya mengatur tata hubungan dan kelembagaan antara aparat penegak hukum saja, tetapi juga sekaligus menetapkan upaya ter integrasi aparat penegak hokum dalam melakukan pencegahan dini pemberantasan mafia hokum dan peradilan. Demikian dikatakan oleh Prof. Ahmad M Ramli Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.

 

Materi yang akan diatur Undang-undang Pemberantasan Mafia Hukum selain mengatur harmonisasi hubungan antara aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Negara RI, Kejaksaaan Agung dan Mahkamah Agung juga sekaligus menutup peluang terjadinya praktik-praktik mafia hukum dan peradilan. Selanjutnya Kepala BPHN mengatakan dengan adanya UU Tata Hubungan Antar-Aparat Penegak Hukum serta Upaya Pemberantasan Mafia Hukum dan Peradilan, opsi yang semula hanya merevisi UU Kepolisian Negara RI, UU Kejaksaan Agung dan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman ditiadakan. Harmonisasi dan sinkronisasi penegak hukumdalam sebuah perundang-undangan yang baru harus juga mengatur hal-hal lainnya sebagai upaya pemeberantasan hukum dan peradilan karena disinyalir dan terbukti bahwa mafia hokum dan peradilan tidak hanya ada pada satu institusi, namun melibatkan institusi penegak hukum lainnya.

 

Dari Konvensi  ini diharapkan rancangan undang-undang tersebut segera dibahas dan dapat dimasukan dalam Program Legislasi Nasional DPR dan Pemerintah  demikian menurut Kepala BPHN.

 

(NH-Pusdok)