Jakarta, BPHN.go.id - Pemilu menjadi suatu rangkaian penting dalam ‘pesta demokrasi’ di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu akan mendapatkan apresiasi dari seluruh elemen masyarakat, begitu pula sebaliknya. Sekecil apapun persoalan di lapangan, berpotensi menjadi pembahasan di tingkat nasional serta menggangu khidmatnya pelaksanaan Pemilu.
Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R Benny Riyanto mengatakan, Pemilu tahun 2019 merupakan Pemilu serentak pertama yang menggabungkan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden. Dalam penyelenggaraanya, ada banyak catatan akan tetapi BPHN fokus melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilu utamanya terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Tema ini diambil berdasarkan RPJMN IV 2020-2024, dalam bab 8 yang berjudul ‘Memperkuat Stabilitas Polhukam dan Transformasi Pelayanan Publik’, di mana salah satu arah kebijakan pembangunan politik, hukum, pertahanan dan keamanan adalah konsolidasi demokrasi,” kata Kepala BPHN dalam acara FGD Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi tentang Pemilihan Umum, Kamis (13/8) di R. Rapat lt. 4 gd BPHN, Cililitan – Jakarta Timur.
Dalam forum yang sama, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Liestiarini Wulandari mengungkapkan, ada permasalahan baik akibat langsung maupun tidak langsung dari desain kelembagaan Pemilu yang ada sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Pertama, peran ganda Bawaslu sebagai penyelenggara fungsi pengawasan dan fungsi ajudikator yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Kedua, adanya potensi tumpang tindih putusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum akibat kondisi to many room to justice. Ketiga, sifat organisasi KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang permanen menimbulkan konsekuensi anggaran setiap tahun padahal rezim pemilihan umum serentak hanya dilaksanakan sebanyak 1-2 kali dalam lima tahun.
“Dari FGD ini diharapkan Pokja tentang Pemilihan Umum akan mendapatkan masukan mengenai permasalahan normatif pengaturan kelembagaan penyelenggara pemilu, efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga penyelenggara pemilu, perbandingan kelembagaan, serta desain ideal kelembagaan penyelengara pemilu,” kata Lies.
Sebagai informasi, FGD tersebut menghadirkan sejumlah pakar dari berbagai lembaga baik secara tatap muka maupun virtual. Adapun, pembahas makalah yang diundang, yakni Sekretaris BPHN Audy Murfi MZ, Achmadudin Rajab (Pusat Perancangan, Badan Keahlian DPR RI), Wawan Ichwanuddin (Pusat Penelitian Politik LIPI), Titi Anggraini (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi/Perludem), serta Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Network for Democracy and Electoral Integrity/Netgrit). (NNP)