Jakarta, WARTA-BPHN

Wartawan Harian Nasional Kompas, Aryo Wisanggeni diundang oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim Hukum Nasional – Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk berbagi pemikiran tentang “Menangkap Isu Strategis dan Menuangkannya Dalam Tulisan”.

Dalam kesempatan tersebut, Aryo memberikan beberapa tips agar tulisan opini dapat lolos dari penilaian editor. Pertama, kenali karakteristik dari media massa yang diincar dan keberpihakannya dalam isu yang hendak ditulis, hal ini dapat dilihat pada bagian Tajuk Rencana media massa tersebut. Kedua, dalam menuangkan ide atau gagasan, pastikan bahwa tulisan tidak bertele-tele dan segera masuk pada isu kajian. Dan jangan terjebak membuat tulisan menjadi terlalu mikro sehingga masalah yang diangkat menjadi problem ilmu dan bukan problem publik. Selain itu, penggunaan kata sifat sebaiknya dikurangi dan perbanyaklah penggunaan kata kerja. Ketiga, jangan menulis dan meng-edit sekaligus. Artinya ketika menulis, biarkan tulisan mengalir dan kemudian di-edit. Terakhir, teruslah mengirim tulisan tersebut sehingga terjalin keakraban sang editor dengan nama kita.

Bagi peneliti hukum dapat menuangkan gagasannya dalam berbagai media lain seperti surat kabar, media massa on-line, atau bahkan blog dan media sosial. Salah satu ruang yang dapat digunakan khususnya untuk menulis gagasan mengenai isu-isu aktual adalah kolom opini di media massa. Diakui juga bahwa ruang untuk menuangkan gagasan terus berkembang dengan ciri khas dan kekuatan masing-masing.

Dalam menulis opini di media massa memiliki kerumitan, tantangan dan kelebihannya dibandingkan dengan media ilmiah seperti Jurnal. Diantaranya ruang menulis yang terbatas (sekitar 4500-7000 karakter) menuntut penulis untuk dapat menyajikan gagasan dengan ringkas dan bernas. Selain itu kompetisi yang terjadi sangat tinggi sehingga proses penyeleksian tulisan pun berlangsung ketat. Bagaimanapun, media massa saling berlomba untuk memaknai peristiwa yang terjadi sehingga penulis opini dituntut untuk mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan kepentingan publik, memenuhi unsur kelayakan berita terutama kebaruan dan aktualitas. Jelaslah bahwa dalam menulis opini diperlukan ketajaman tersendiri dibanding menulis di media tulisan lainnya.

 Namun kelebihan menulis opini di media massa adalah dapat menjangkau publik yang lebih luas serta membuka “ruang percakapan” dengan gagasan-gagasan tentang persoalan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak. Selain itu tulisan-tulisan opini di media massa dapat memperkuat advokasi struktural untuk memengaruhi kebijakan publik, tandas beliau.

Meski dalam artikel opini penulis tak perlu mencantumkan referensi atau catatan kaki seperti dalam jurnal ilmiah, bukan berarti opini dapat ditulis secara serampangan. Tulisan opini tetap harus memiliki bobot argumentasi yang setara dengan tulisan pada jurnal ilmiah. Ini berarti opini harus dibangun di atas data dan fakta yang terverifikasi dan memiliki basis referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Melakukan riset online misalnya, merupakan keahlian yang perlu dikuasai untuk membuat tulisan semakin kaya. Meski demikian, penulis tidak boleh terjebak memamerkan kekayaan referensi yang ia miliki. Sebaliknya, ia ditantang untuk mengemasnya secara ringkas dengan bahasa populer sehingga dapat dinikmati oleh pembaca awam tanpa kehilangan kualitas/bobot gagasan.

Dan untuk menjadi penulis yang baik, diperlukan wawasan yang luas baik yang didapat dari buku maupun dari berita-berita terkini. Dan isu-isu aktual merupakan konsumsi yang perlu dibedah melalui pisau analisis yang diperoleh dari bacaan-bacaan yang dilakukan sebelumnya.

Kegiatan Workshop Penulisan Jurnal Ilmiah dilaksanakan pada tanggal 1-2 Juli 2015 di Badan Pembinaan Hukum Nasional. Dibuka oleh Plh. Kapuslitbang, Agus Subandriyo, dan diikuti oleh peserta dari BPHN, Pusjianbang, dan Balitbang HAM Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.”. **VW-Tatungoneal