Semarang, BPHN.go.id – Regulasi tingkat daerah seperti Peraturan Daerah (Perda) akan dipantau tingkat efektivitasnya, apakah mendukung program pembangunan nasional atau justru sebaliknya, menghambat proses pembangunan di daerah tertentu.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melibatkan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, berusaha memotret kondisi faktual regulasi-regulasi di daerah dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) Analisis dan Evaluasi Hukum, di Hotel PO Semarang – Jawa Tengah, Rabu (10/4). Kegiatan ini melibatkan sejumlah stakeholder dengan harapan akan semakin banyak masukan, baik dari praktisi terkait, pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga akademisi dari kampus di wilayah Semarang.

Kepala BPHN Prof R. Benny Riyanto mengatakan, BPHN menggunakan metode analisis dan evaluasi terukur bernama Metode “6 Dimensi”. Metode yang dikembangkan dari sebelumnya hanya “5 Dimensi” ini diyakini akan memberikan hasil temuan yang sangat signifikan dan teknis bagi pemerintah yang pada akhirnya akan dituangkan ke dalam Rekomendasi Hasil Analisis dan Evaluasi Hukum.

“Pedoman Analisis dan Evaluasi “6 Dimensi” menggunakan instrumen yang terukur, objektif, dan transparan dengan melibatkan stakeholder dan hasil temuannya akan disajikan terperinci pasal per pasal dalam Peraturan Perundang-Undangan,” kata Prof R. Benny.

Dalam kesempatan kali ini, BPHN ingin mengetahui bagaimana efektivitas penerapan regulasi tingkat daerah atas tiga isu utama. Pertama, terkait Sistem Keolahragaan Nasional; Kedua, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan Ketiga, Penanganan Wabah Penyakit Menular serta Pengawasan Obat dan Makanan. Di samping itu, BPHN juga berusaha mencari data dan kondisi faktual bilamana dalam praktiknya terdapat disharmoni antara Peraturan Perundang-Undangan tingkat pusat dengan tingkat daerah.

Patut diketahui, BPHN sejak tahun 2016-2018 telah menganalisis sebanyak 759 Peraturan Perundang-Undangan di mana dari jumlah itu ditemukan sebanyak 184 Peraturan Perundang-Undangan dinilai perlu untuk segera ditindaklanjuti. Bila dirinci, 184 Peraturan Perundang-Undangan itu terdiri dari 120 UU, 43 Peraturan Pemerintah (PP), 13 Peraturan Presiden (Perpres), dan 26 Peraturan Menteri (Permen).

“Pada Tahun 2018 semua rekomendasi yang telah dihasilkan dituangkan kembali dalam Buku Rekomendasi Analisis dan Evaluasi Hukum, dan telah disampaikan kepada semua Biro Hukum Kementerian/Lembaga. Dan pada tahun 2019, BPHN melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut rekomendasi hasil Analisis dan Evaluasi Hukum tersebut,” kata Prof R. Benny.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Liestiarini Wulandari mengangkat tema pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kata Liestiarini, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan isu nasional yang perlu dituntaskan sehingga BPHN melalui Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berupaya untuk menguraikan permasalahan regulasi terhadap isu tersebut.

“Pokja tersebut akan melengkapi hasil analisis dan evaluasi hukum tahun sebelumnya, yaitu Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Sistem Peradilan Pidana Anak tahun 2016 dan Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Perlindungan Kelompok Rentan di tahun yang sama,” kata Lies.

Kegiatan FGD kali ini dipandu oleh Kepala Bidang Sosial Budaya, Apri Listiyanto. Diskusi tersebut disambut baik dan antusias oleh stakeholder di daerah. Mereka berharap forum tersebut merupakan saluran komunikasi dalam menyalurkan aspirasi dan masukan terhadap permasalahan hukum di daerah. (NNP/YAY)