Law Summit merupakan pertemuan pejabat tinggi negara dibidang hukum dan peradilan, tujuannya membangun persamaan persepsi antar instansi penegak hukum guna mewujudkan pembaruan hukum. Tidak hanya itu, proses law summit merupakan upaya untuk mendukung lembaga-lembaga hukum negara dan stake holders lainnya dalam mengelola agenda pembaruan hukum dan peradilan secara transparan, paritispatif dan terintegrasi.

Untuk ketiga kalinya di tahun ini, pertemuan pejabat tinggi negara di bidan hukum dan peradilan kembali dilaksanakan (Law Summit III). Dalam pertemuan ini Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua Komisi Pemberantasai Korupsi dan Komisi Hukum Nasional menandatangani kesepakatan rancang tindak (plan of action) pembaruan lembaga-lembaga penegak hukum. Hal menarik dari penyelenggaraan Law Summit III adalah keikutsertaannya profesi advokat sebagai salah satu penandatanganan kesepakatan dengan fasilitator kemitraan partnership for governance reform in Indonesia, yang berkiprah merancang strategi bersama untuk mewujudkan hukum dan peradilan yang lebih baik bagi bangsa dan negara.

Menurut Bivitri Susanti Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (Koran Tempo 29/3/2004), hal menarik yang patut dicermati dalam konteks keikutsertaan profesi advokat (Komisi Kerja Advokat Indonesia) dalam Law Summit III, pertama harus dilihat sebagai pintu masuk penting bagi dukungan negara terhadap profesi advokat diantaranya adalah dukungan bagi pengaturan mengenai bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Dengan koordinasi yang baik antara advokat dengan penegak hukum negara. Kedua, profesi advokat dilibatkan untuk bersinergi dengan penegak hukum negara untuk memberantas korupsi dan kolusi di pengadilan.

Dalam kegiatan Law summit III yang berlangsung tanggal 16 April 2004, para petinggi hukum menyepakati 8 (delapan) program terpilih yang disusun tim perumus. Program tersebut adalah :

  1. membenahi sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik,
  2. mengembangkan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel,
  3. menyederhanakan prosedur penegakan hukum,
  4. mengembangkan sistem manajemen sumber daya manusia,
  5. mengembangkan sistem manajemen anggaran/ keuangan yang transparan dan akuntabel,
  6. meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum,
  7. penguatan kelembagaan, dan
  8. pembaharuan materi hukum.

Law Summit III merupakan kelanjutan dari rangkaian sebelumnya, pada tanggal 29 Januari 2002, yang dilaksanakan curah pendapat dari perspektif masing-masing lembaga penegak hukum dan peradilan serta upaya apa yang telah dan sedang dilakukan oleh masing-masing lembaga, dikenal sebagai Law Summit I. Pertemuan tersebut menyepakati perlunya penegak hukum melaksanakan agenda pembaruan hukum dan peradilan. Selanjutnya dalam pertemuan berikutnya (Law Summit II) 16 Oktober 2002, berhasil meneguhkan komitmen dan menyusun rancang tindak dari 5 (lima) focus utama yaitu

  1. rancang tindak penyelesaian kasus korupsi,
  2. pembaruan peraturan perundang-undangan,
  3. pembaruan peradilan,
  4. pembaruan kejaksaan.
  5. pembaruan kepolisian.

Dilihat dari proses yang dilakukan Law Summit I, II dan III tidak hanya memberikan perhatian kepada pengadilan, kejaksaan dan kepolisian tetapi juga melibatkan advokat Komisi Pemberantasan Korupsi, pakar dari perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah. Law Summit III yang memberi ruang keterlibatan civil society untuk memberikan kritik dan saran. Ruang ini disediakan dalam konsultasi publik. Banyak yang berharap Law Summit III sebagai langkah konkret untuk mewujudkan reformasi hukum agar citra dan kewibawaan lembaga-lembaga penegak hukum dapat dipulihkan serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum. (DHB)