Jakarta, WARTA-BPHN

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih, didampingi Kepala Bidang Program Legislasi Nasional Pusrenbangkumnas Tongam R. Silaban beserta Kepala Bidang Perencanaan dan Fasilitasi, Kepala Bidang Naskah Akademik dan staff Sub Bidang Fasilitasi Program Legislasi Daerah Pusrenbangkumas menyambut kehadiran DPRD Provinsi Gorontalo yang telah hadir di Kantor Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), yang terkiat dengan peraturan daerah setempat, Selasa, (23/6).

Dalam Rapat tersebut dijelaskan bahwa dalam pembentukan Program Legislasi Daerah (Prolegda) seringkali hanya berdasarkan keinginan dan bukan atas dasar kebutuhan yang mendasar, banyak Prolegda yang berakhir hanya sebagai Ranperda. Prolegda perlu didasarkan pada Naskah Akademik, walaupun memang Naskah Akademik di daerah perlu didasarkan pada pemikiran yang menyeluruh. Biro hukum dan anggota dewan hendaknya bisa menyusun Naskah Akademik undang-undang dan peraturan daerah. Dari pengamatan di luar negeri kemampuan anggota dewan seperti ini akan mengukur dan menaikkan kualitas di depan para pemilihnya. Naskah Akademik harus didasarkan pada penelitian dan pengkajian hukum yang dilakukan mendalam dan menjadi bahan dari draft peraturan. Secara personal setiap anggota dewan pasti sudah melakukan hal ini, namun banyak yang tidak terdokumentasikan dengan baik.

Terhadap Perda delegasi kita tidak perlu lagi meragukan landasan filosofis, sosiologis dan juridisnya karena secara langsung merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan yang lebih tinggi. Daerah kebanyakan hanya mengusulkan judul dari Perda dan kemudian baru disusun Naskah Akademik dan draftnya, ini terjadi di hampir 70% propinsi yang ada. Apakah peraturan yang lebih tinggi belum cukup mengatur mengatur sehingga perlu dibentuk dalam Perda? Maka ada perpres 87/2014 dan Permendagri 1/2014 untuk menjawab hal ini dan pertanyaan kemudian adalah apakah sudah dibentuk Peraturan DPRD tentang Perencanaan Pembentukan Perda? Sebaiknya ini dibentuk karena ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

BPHN mengenai pembentukan hukum di daerah mempunyai program dalam tingkat propinsi untuk asistensi pembentukan hukum di daerah, namun memang Propinsi Gorontalo memang belum ada dalam program BPHN. Namun DPRD Propinsi Gorontalo dapat berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka perencanaan hukum di daerah, nantinya akan ada program untuk mengumpulkan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kementerian Hukum dan HAM seluruh Indonesia. Walaupun dengan adanya program asistensi pembentukan peraturan daerah namun BPHN tidak akan mengintervensi dalam pembentukan peraturan daerah tersebut.

Tahun ini di Gorontalo ada 24 Prolegda dan ada 8 yang sudah jadi Perda, Perda yang sedang digodok oleh DPRD Propinsi Gorontalo dan sudah mengikutsertakan Kanwil Kemenkumham dalam tim. Yang jadi masalah adalah sinkronisasi hukum PP/Permen kadang malah mereduksi undang-undang, Kemendagri terkadang mengeluarkan aturan yang memang tidak pas diterima sepenunhya dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

Ranperda yang disampaikan selalu judul, bukan didasarkan pada kebutuhan dan dilakukan kebanyakan karena di daerah lain ada peraturan yang sama dan daerah lain pun membuat aturan yang mengikuti. Setiap anggota dewan hendaknya mengetahui penyusunan Naskah Akademik dan ini malah tidak diketahui, padahal ini merupakan hal yang penting. Peraturan dewan mengenai penyusunan Prolegda ini merupakan hal seharusnya ada dan merupakan perintah undang-undang. Peraturan merupakan hal yang ada karena ada masalah yang ingin diselesaikan sehingga memang Perda tersebut diperlukan. Di daerah BPHN akan mengadakan sistensi sehingga mampu menjawab pertanyaan dari permasalahan di daerah. Perda dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri sehingga bila dirasa tidak urgen dapat dibatalkan.

Untuk lebih mengoptimalkan pertemuan ini hendaknya di presentasikan rancangan Perda yang ingin dibahas dan dengan Naskah Akademik yang sudah melibatkan teman-teman Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sehingga dapat kita bahas apakah sesuai dengan Perpres 87 atau tidak. Pembuatan Permendagri Nomor 1/2014 itu ada karena untuk mengisi kekosongan hukum pada waktu belum terselesaiannya Perpres 872014 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011, sehingga yang sekarang dipakai adalah Perpes 87/2014.

Anggota Dewan Propinsi Gorontalo pernah melakukan penyusunan Naskah Akademik dan pada waktu itu menerima honorarium atas SK yang dibentuk tersebut. Namun ada masalah dimana BPK menganggap itu sebagai temuan, hal ini menyulitkan bagi anggota dewan dalam usaha untuk menyusun Naskah Akademik yang baik? Problem seperti ini ditemui di banyak propinsi juga di Propinsi DKI Jakarta. Di setiap fraksi memiliki staf ahli dan anggota DPRD melimpahkan penyusunan Naskah Akademik kepada staf ahli, bahwa memang penyusunan Naskah Akademik dapat dilakukan staf ahli dan anggota dewan seharusnya tidak mendapat honor lagi.

Pembentukan hukum di daerah dilakukan DPRD dengan bentuk peraturan daerah, peraturan gubernur, dan Surat Keputusan gubernur. Sering ditemui SKPD di propinsi tidak tahu ada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan lalu bagaimana peran BPHN? Dalam tahun ini akan dibagikan keseluruh propinsi pedoman penyusunan Perda, ini akan mempermudah dengan ukuran-ukuran yang kita pakai untuk mempermudah menentukan urgensi Perda yang akan direncanakan dan menentukan apakah perlu diatur lagi suatu Perda atau sudah diatur oleh peraturan yang lebih tinggi. Perda hanya mengatur yang belum diatur dari peraturan yang lebih tinggi. Daerah melihat urgensi suatu Ranperda dengan menyesuaikan dengan RKPD dan RPJMD dengan cara melihat tools yang akan dibagikan BPHN.

Dalam penyusunan Perda kita melihat keinginan atau kebutuhan dapat kita simpulkan dari Naskah Akademik. Propinsi Gorontalo mengandalkan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dalam penyusunan Naskah Akademik Perda.  Nantinya Perda dengan tools ini harus benar-benar di cek apakah memang suatu Perda diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi atau apakah dengan Perda ini akan meningkatkan APBD atau apakah dengan Perda ini akan berimplikasi terhadap lingkungan atau apakah Perda ini berakibat pada HAM.

Propinsi Gorontalo pernah menyusun Perda tentang anti maksiat namun belum dapat dilaksanakan dengan baik, kuncinya adalah di Prolegda. Prolegda harus mematangkan dulu perencanaan hukumnya. Tools ini seperti Cost Benefit Analisys agar Ranperda lunncuran dapat dilakukan pemeriksaan lagi apakah masih tepat untuk dilanjutkan atau tidak. Akan terjadi kerawanan untuk diperiksa BPK bahwa ada rapat pembahasan suatu Ranperda tetapi ternyata Ranperda tersebut tidak dilanjutkan. Namun dengan dasar hukum dan alasan yang kuat kita dapat menjelaskan kepada BPK bila terjadi pemeriksaan bahwa memang Ranperda luncuran tidak tersebut dilanjutkan walaupun sudah ada rapat pembahasan karena urgensi yang belum memadai.

 Naskah Akademik dilihat dari segi praktis dan substansi, segi praktis adalah Naskah Akademik di Perda memang tidak ada program 5 tahunannya sedangkan di Prolegnas ada prioritas 5 tahunan. Naskah Akademik dapat disusun swakelola atau pihak ketiga namun sebaiknya dilakukan swakelola dengan melibatkan masyarakat, pemangku kepentingan dan SKPD. Karena SKPD adalah yang mengerti dengan tepat permasalahan di daerah. Dari segi substantif dapat dengan lengkap dilihat pada lampiran I Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dimana bab II adalah mengatur tentang permasalahan dan bagaimana penyelesaiannya, sedangkan bab V Naskah Akademik adalah tertuang dalam draft Ranperda.

Rapat Konsultasi Pembentukan Hukum  yang diselenggaran di  ruang Ruang Rapat Kepala BPHN Lt.1 diakhiri dengan sesi diskusi terkait isu yang ada di provinsi Gorontalo. *tatungoneal-Ben