JAKARTA-WARTA BPHN

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali mengadakan penyelenggaraan diskusi publik dengan mengangkat tema “Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem” menghadirkan narusmber yaitu, Endang Sukara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), Sofi Mardiah dari Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, dan Ahmad Redi Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH). Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Mudjono tersebut mengangkat tema “Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem”, Senin (31/8).

Menurut Ahmad Redi dalam presentasinya kengatakan bahwa kemakmuran rakyat harus menjadi keharusan dalam setiap penguasaan dan pengusahaan sumber daya manusia. Amanat kemakmuran rakyat pun dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara untuk sebesar-besar kemamkuran rakyat”. Kemakmuran rakyat dalam konteks penguasaan sumber daya alam harus mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan bagian terpenting dari penguasaan sumber daya alam. Namun demikian, kesejahteraan tersebut bukan berarti bahwa sumber daya alam harus sedemikian rupa dieksploitasi dan menghasilkan secara ekonomi, tetapi sumber daya alam yang merupakan titipan anak cucu-cucu tersebut harus pula memberikan manfaat untuk jangka panjang atas keberadaannya sehingga manfaat yang diterima merupakan manfaat tidak hanya intergenerasi namun juga manfaat antar generasi.

Manfaat ekonomi diupayakan untuk pula sejalan dengan aspek sosial dan lingkungan melalui upaya konservasi sumber daya alam. Prinsip keadilan antar generasia meletakan tiga kewajiban mendasar bagi generasi sekarang dalam konservasi sumber daya alam, yaitu 1. conservation of option, menjaga agar generasi mendatang dapat memilih kuantitas keanekaragaman sumber daya alam, 2. conservation of quality, menjaga kualitas lingkungan agar lestari, dan 3. Conservation of acces, menjamin generasi mendatang minimal memiliki akses yang sama dengan generasi yang sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Lain halnya yang disampaikan oleh narasumber Endang Sakara dari Lemba Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) “Indonesia dianugrahi kekayaan alam yang luar biasa besarnya, dan dkekayaan alam ini berdasarkan UUD 1945, dikuasai oleh Negara untuk sebesarnya kemakmuaran rakyat, kekayaan tersebut termasuk didalamnya keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, namun kondisi ini belum semuanya diolah secara maksimal.

Namun yang mengkhawatirkan dalam kegiatan ini disampaikan oleh WCS, Noviar Andayani, Kekayaan Indonesia saat ini makin menipis sehubungan dengan tingkah polah manusia juga, seperti perdagangan satwa liar yang merupakan penyumbang utama hilangnya keanekaragaman hayati dan telah menjadi topik yang menarik perhatian masyarkat, Lembaga Konsevasi dan badan-badan kerjasama internasional.

Indonesia adalah salah satu dari 10 negara “mega-diversivitas” dunia, dan diketahui menjadi pemasok terbesar satwa di Asia, baik secara legal maupun ilegal. Meskipun wilayah teritorial Indonesia hanya mencakup 1.3% permukaan bumi, kekayaan keanekaragaman hayati di dalamnya sulit ditandingi negara-negara lain. Namun samp[ai saat ini upaya penegakan hukum atas kejahatan terhadap satwa di Indonesa masih jauh dari memadai.

Selanjutnya beliau sampaikan juga bahwa pemberatasan perdagangan illegal satwa di Indonesia terhalang oleh terbatasnya kemauan politis dan ketiadaan kolaborasi antara lembaga penegakan hukum, serta implementasi prosedur penegakan hukum yang sering kurang tepat. Selain itu terdapat celah-celah hukum dan inkonsistensi yang mengahalangi kebrhasilan proses tuntutan hukum. Dengan demikian, reformasi kebijakan, memperkuat lembaga penegakan hukum, meingkatkan kolaborasi antara lembaga, serta membangun kesadaran hukum dan peraturan bagi masyrakat luas, menjadi langkah penting untuk mengatasi ancaman kepunahan yang datang dari perdangan illegal satwa.

Diakui bahwa saat ini, secara praktik, pilihan pemanfaatan sumber daya alam hanya untuk kepentingan semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hidup menimbulkan kutukan sumber daya alam. Pembangunan ekonomi berbasis industrialisasi membuat bumi kian renta. Ia menjadi bulldozer perusak lingkungan hidup. Pohon-pohon ditebangi, hutan digunduli sumber daya alam dikuras sedemikian masif tak menyisahkan ruang bagi hidup dan kehidupan makhluk hidup. Tidak hanya itu, perusakan tersebut menimbulkan kerusakan lain berupa terganggunya keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Sesi diskusi diakhir kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa belum lengkapnya Substansi pengaturan Bidang Konservasi secara signifikan.*tatungoneal-MBS