Jakarta, WARTA-bphn
Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin, yang diamanatkan UU No. 16 Tahun 2011, mengamanatkan untuk memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Untuk itu maka setiap warga miskin berhak meminta dana bantuan hukum melalui lembaga yang telah lolos verifikasi.
PBH yang mendaftarkan pada Panitia Verifikasi dan Akreditasi di Kementerian Hukum dan HAM cq Badan Pembinaan Hukum Nasional masih didominasi yang domisili di kota-kota besar.
Ditambahkannya menurut Alvon Kurnia Palma yang duduk dalam kepanitiaan mencatat bahwa sebagian besar PBH di daerah berada di ibukota provinsi. Tentunya situasi seperti ini menyulitkan bagi masyarakat yang akan mengakses dana bantuan hukum yang disediakan pemerintah.
Hal lain yang menjadi keprihatinannya adalah anggaran 5 Juta rupiah sangat minim, mengingat jarak dan akes daerah yang ada di Indonesia, contohnya daerah Lumbu, Sulawesi Tengah, jarak akses untuk mendapatkan akses bantuan hukum ditempuh 10 jam perjalanan untuk sampai ke Palu. Selain itu, PBH juga akan kesulitan terjun langsung ke Lumbu karena biaya yang disediakan untuk perkara hanya sekitar 5 juta rupiah.
Lain dari itu, jumlah advokat belum merata sehingga keharusan ada advokat di setiap PBH, tentunya kondisi seperti ini menyulitkan sebagian PBH di wilayah kabupaten/kota.
Tentunya dalam kondisi ini maka tak salah jika pemda setempat juga berkontribusi untuk menyediakan anggaran bantuan hukum dalam APBD, sehingga bantuan hukum lebih luas cakupannya.
Ada kekhawatiran bagi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Wicipto Setiadi, dengan anggaran dana bantuan Hukum untuk menjamin akses keadilan bagi orang miskin tidak terdistribusi secara merata dimana penyaluran dana dikhawatirkan terkonsentrasi di Pulau Jawa. *tatungoneal-HUMAS