Keinginan Badan Pembinaan Hukum Nasional  mengembalikan fitrah BPHN menjadi pembinaan hukum nasional.

 

Jakarta, WARTA-bphn.

Gelora Pembangunan Hukum yang terus disenandungkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional banyak mendapat respon. Keinginan Badan Pembinaan Hukum Nasional  mengembalikan fitrah BPHN menjadi pembinaan hukum nasional mulai dari hulu sampai kehilir.

Gelora tersebut ditangkap oleh UPK4 yang datang ke BPHN,Jl. Mayjen Sotiyo Cililitan Jakarta Timur Kamis (11/12) untuk mendapatkan masukan dari Kepala BPHN, Enny Nurbaningsih, atas kajian yang dilakukan dalam rangka harmonisasi hukum.

Dalam pertemuan tersebut UKP4 menyampaikan beberapa  agenda kegiatan yang akan dilakukan yang berhubungan dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan serktor SDA dan LH.

Dikatakan, Ketetapan MPR No. IX Tahun 2001 tenatng Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Keteatpan tersebut meberikan arahan tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam Indonesia pasca reformasi. Secara khusus, di dalam Pasal 5 (1) dan (2) huruf a disebutkan bahwa eksekutif dan legislatif untuk melakukan pengkajian ulang erhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agrria danpengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang berdasarkan pada kedua belas prinsif yang ada dalam Pasal4 TAP MPR. Namun TAP MPR dimaksud belum dilaksanakan seacra sistematis smentara berbgai persoalan masih menyelimuti pengelolaan SDA kita.

Dijelaskan pada Tahun 2012, tercatat di Kementerian Lingkungan Hudup Indonesia setidaknya tercatat 300 kasus kerusakan lingkungan hidup, mulai kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, pelanggaran hukum dan pertambangan. Indeks Kualitas Lingkungan Hudup yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup memperlihatkan turunnya kualitas lingkungan.

Kerusakan lingkungan tersebut dikarenakan carut-marutnya pengelolaan sumber daya alam, wajah lain dari perseoalan tersebut juga mendominasi adalah konflik sosial dan korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam yang berdampak terhadap iklim investasi di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Kepala BPHN, Enny Nurbaningsih menyampaikan bahwa Pemerintah secara tegas mengagendakan perbaikan tata kelola pengelolaan Sumber Daya Alam khususnya Kehutanan secara menyeluruh. Ini sesuai dengan dua dokumen kebijakan yang secara tegas memerintahkan, yaitu Nota Kesepahaman Bersama (NKB) Kementerian/Lembaga tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia (NKL 12). NKL 12 K/L dan Inpres No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Salah satu poin penting dalam kedua dokumen tersebut adalah memerintahkan kembali agar sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan Sumber Daya Alam dilakukan secara sistematis.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM telah membentuk sebuat Tim Kajian yang ditugaskan untuk menerjemahkan arahan yang tertuang dalam ketetapan MPR ke dalam prinsip-prinsip dan indikator yang lebih operasional dan melakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan di bidang agraria dan pengelolaan sumber daya alam dengan merujuk pada prinsip dan indikator tersebut. Dari hasil evaluasi, Tim Kajian ini juga ditugaskan untuk menyusun rekomendasi bagi arah permbaruan peraturan perundang-undangan terkait agraria dan sumber daya alam sehingga membantu implemtasinya. Namun, mengingat luasnya bidang tersebut Tim Kajian membatasi ruang lingkup dengang melakukan evaluasi danmemberikan rekomendasi pada tiga isu, yaitu Kehutanan (khususnya pengukuhan kawasan hutan). Pertanahan (Khusus pemberian HGU), dan hak-hak Masyarakat Hukum Adat di kedua kegiatan tersebut. Ketiga isu ini dipilih karena menjadi bagian dari akar masalah penting bagi persoalan yang menimbulkan konflik sosial dan buruknya pengelolaan Sumber Daya Alam yang berbasis lahan, demikian penjelasan yang disampaikan pucuk pimpinan BPHN pada UKP4. *tatungoneal