Jakarta, WARTA BPHN

Untuk memahamai persoalan Integritas dan Profesionalisme Advokat, Puslitbang SHN BPHN mengundang Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (PERADI) DR. Luhut M.P Pangaribuan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan serta pemahaman mengenai hukum dan permasalahannnya kepada para peneliti baik yang berada di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM maupun di luar Kementerian Hukum dan HAM agar lebih memahami lebih mendalam terhadap suatu permasalahan hukum dan perkembangan hukum di dalam masyarakat di bidang tertentu.

Seperti diketahui bersama bahwa Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M yang sudah kita kenal sebagai advokat senior serta berpengalaman, demikian kata pengantar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Pozut Eliza, S.Sos., SH., MH dalam kegiatan Contiuning Legal Education di Aula Mudjono lt. IV pada kantor Badan Pembinaan Hukum Nasional, Senin (26/10).

Dalam kesempatan tersebut beliau menyampaikan  bahwa dalam  mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab adalah penting untuk tegaknya hukum dan keadilan, disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum serta lembaga penegak hukum lainnya. Sebagai pemberi jasa pelayanan hukum, profesi advokat merupakan profesi yang terhormat (nobile officium). Namun dalam prakteknya, ada beberapa advokat melakukan tindakan melanggar hukum dan norma-norma, serta etika profesi, sebagaimana yang sering diberitakan oleh media masa baik eletronik maupun media cetak. Dan saat ini ada kasus hukum yang menjerat advokat senior, jelas beliau.

Selain itu, permasalahan yang terjadi dalam profesi advokat terkait organisasi advokat, maupun eksternal.  Konflik internal advokat mengenai organisasi tunggal memberikan dampak terhadap penegakan etika profesi advokat karena tugas organisasi advokat antara lain menyusun kode etik profesi advokat.  Sedangkan kode etik sendiri merupakan sarana atau alat untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat dan advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi tersebut dan Pelaksanaan pengawasan kode etik profesi dilakukan oleh Organsiasi advokat. Dengan demikian, peran organsiasi advokat merupakan keniscayaan dalam penegakan kode etik profesi advokat, tambahnya.

Adanya konflik internal tersebut, memberi dampak kepada masalah eksternal, sehingga terbitlah SK Ketua MA No. 089 Tahun 2010 dan SK KMA No.052/KMA/HK.01/III/2011 yang terkait dengan pengambilan sumpah advokat. Hal ini menyebabkan calon-calon advokat tidak bisa diambil sumpahnya  dan berakibat kepada para advokat yang tidak bisa beracara di pengadilan dan memberikan dampak juga kepada masyarakat yang berhadapan dengan hukum untuk mencari keadilan karena jumlah advokat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya, Kapuslibang SHN juga menjelaskan, sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian  Pasal 4 ayat (1) UU Advokat, pada akhirnya membuat Mahkamah Agung mencabut SK Ketua MA No. 089 Tahun 2010 dan SK KMA No.052/KMA/HK.01/III/2011 tersebut sehingga para calon advokat, di organisasi manapun dia berada dapat diambil sumpahnya di Pengadilan Tinggi. Dengan demikian, tidak ada hambatan dan sumbatan lagi untuk menjalankan profesi advokat. Namun demikian, integritas dan profesionalisme profesi harus tetap dijaga. Diharapkan CLE ini dapat memperkaya khasanah pemikiran kita, tutup Kapuslitbang SHN.

Kegiatan tersebut dimulai pkl. 09.00 wib dipandu oleh moderator Mosgan serta diikuti oleh para peneliti dari baik internal muupun eksternal ditutup dengan sesi diskusi hingga pkl. 12.30 wib. *tatungoneal