Inovasi Untuk Regulasi Yang Lebih Baik Dan Regulasi Untuk Mengakomodir Perkembangan Inovasi Teknologi

Peraturan perundang-undangan idealnya dapat mengakomodasi perkembangan inovasi teknologi yang sangat pesat, dalam hal ini posisi hukum harus dapat menjawab permasalahan terkait perkembangan inovasi teknologi tersebut, sehingga nantinya diharapkan peraturan perundang-undangan tidak bersifat pasif dan terkesan reaksional terhadap kondisi yang ada namun harus bersifat futuristik. Begitu juga sebaliknya, dalam perkembangan global yang serba digital dan elektronik, diharapkan pula perkembangan inovasi teknologi berfungsi sebagai alat bantu yang dapat mengembangkan hukum itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini hukum dan inovasi teknologi bersinergi.

Hal tersebutlah yang menjadi pokok pembahasan dalam pertemuan 5th Meeting of the ASEAN-OECD Good Regulatory Practices Network (GRPN) dan UK BEIS Workshop on Regulatory Delivery and Emerging Technologies, yang dilaksanakan pada tanggal 1-2 Juli 2019 di Chiang Mai, Thailand yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bekerjasama dengan Department for Business, Energy and Industrial Strategy, UK Governement. Dalam pertemuan tersebut, BPHN diwakili oleh Septyarto Priandono, S.H., Kepala Bidang Otomasi Dokumentasi Hukum dari Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum Nasional dan Ade Irawan Taufik, Kepala Sub Bidang SDALH II serta Yerrico Kasworo, S.H., M.H. dari Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional serta.

Terdapat beberapa topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain terkait dengan peluang dan tantangan yang dihadapi negara-negara anggota ASEAN dalam merencanakan peraturan perundang-undangan di abad teknologi dan penggunaan ex post review peraturan perundang-undangan. Terkait dengan topik tersebut, BPHN dalam hal ini diwakili oleh Ade Irawan Taufik, diberikan sesi untuk memberikan paparan dan diskusi terkait program analisis dan evaluasi hukum yang sedang dan telah dilakukan di Indonesia. Dalam paparannya dijelaskan bahwa Indonesia saat ini memiliki komitmen tinggi untuk melakukan penataan regulasi melalui pelaksanaan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangannya, yakni dengan membentuk Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, yang sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 telah berhasil melakukan evaluasi sebanyak 759 peraturan perundang-undangan. Selain itu pemerintah juga telah melakukan berbagai deregulasi melalui Paket Kebijakan Ekonomi I-XVI dalam mendukung iklim kemudahan berusaha di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, dipaparkan pula bahwa saat ini Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional telah membangun aplikasi berbasis web (E-Vadata Hukum Nasional) yang digunakan dalam melakukan analisis dan evaluasi hukum.

Dalam pertemuan hadir pula perwakilan dari negara-negara anggota ASEAN. Mereka memaparkan perkembangan reformasi regulasi yang dilakukan oleh negaranya masing-masing serta perkembangan inovasi teknologi yang digunakan dalam rangka penataan regulasi, seperti aplikasi Chatbot, Blockchain, Sandbox.

          Meeting of the ASEAN-OECD Good Regulatory Practices Network merupakan kegiatan tahunan, yang diadakan guna menjaring informasi seluruh negara di ASEAN terkait dengan penataan regulasi yang baik. Kegiatan yang langsung ditutup oleh Kanchanapohn Inthapanti Lertloy, Diector International Trade and intellectual Law, Office of the Council of State, Thailand dan James Drummond perwakilan dari OECD. Untuk pertemuan tahun berikutnya akan diadakan di Malaysia. (YK)