Jakarta, BPHN – Legalisasi dokumen mempunyai kedudukan yang penting dalam hubungan hukum sebagai sarana pembuktian bahwa dokumen yang dibuat oleh para pihak itu memang benar ditandatangani oleh para pihak. Demikian  disampaikan oleh Dr. Wicipto Setiadi, Kepala BPHN pada acara Forum Harmonisasi Nasional dan Hukum Internasional mengenai posisi Indonesia terhadap The Hague Convention of 5 October 1961 Abolishing the requirement of legalization for foreign public documents dan posisi Indonesia terhadap draft ASEAN convention on abolishment of the requirements of legislation for foreign public documents used in executing requests for judicial assistance among ASEAN countries yang diselenggarakan hari Senin (25/3). Selain Kepala BPHN, yang bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Abdul Kadir Jaelani, Plt Direktur  Ekososbud-Ditjen HPI Kementerian Luar Negeri dan Prof. Zulfa Basuki. Topik ini sengaja diangkat untuk didiskusikan dalam forum harmonisasi hukum nasional dan internasional karena ada kebutuhan hukum yang terkait dengan mekanisme legalisasi dokumen di Indonesia. Pada tataran hukum internasional, terdapat Hague Convention of 5 October 1961 sedangkan pada tataran hukum nasional masih berlaku Staatblad 1909 Nomor 291 mengenai Legalisasi tandatangan dan Lampiran Peraturan Menteri Luar Negeri No. No. 09/A/KP/XII/2006/01.  Disisi lain ada wacana dari negara-negara ASEAN untuk menyusun draft ASEAN convention on abolishment of the requirements of legislation for foreign public documents used in executing requests for judicial assistance among ASEAN countries. Kondisi inilah yang menurut Kepala BPHN harus dilakukan harmonisasi untuk kepentingan dan keuntungan Indonesia.
Dalam paparannya, baik Prof. Zulfa Basuki dan Abdul Kadir Jaelani berpendapat bahwa Indonesia akan mendapatkan keuntungan apabila melakukan aksesi terhadap The Hague Convention of 5 October 1961 Abolishing the requirement of legalization for foreign public documents karena proses penanganan terhadap dokumen asing akan menjadi lebih efektif dan efisien. Hanya saja yang perlu menjadi perhatian, adalah kapan proses aksesi tersebut harus dilakukan. Kajian yang mendalam dan komprehensif dalam bentuk naskah akademik harus dilakukan sebelum mengambil keputusan untuk melakukan aksesi Hague Convention of 5 October 1961. [rja]