Focus Group Discussion Penyusunan Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten  Membawa Pengaruh Yang Positif

Jakarta – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melalui Pusat Perencanaan Hukum Nasional, mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (NA RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Senin (8/7) bertempat di Aula Moedjono BPHN.

Kegiatan dihadiri oleh para peserta dari Kementerian, Lembaga hingga Yayasan Non Kementerian dan Lembaga Negara. Hadir sebagai Narasumber yakni Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Dr. Freddy Haris, S.H., L.LM, beliau sekaligus merangkap sebagai ketua Tim Penyusunan Naskah Akademik RUU Paten, hadir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS, dan Narasumber dari kalangan akademisi yakni Prof. Dr. Budi Santoso, S.H., M.S.

Kegiatan FGD ini berjalan sangat interaktif, mengingat pembahasan terkait Paten ini tidak hanya melibatkan aspek-aspek nasional saja, namun juga bersentuhan langsung dengan dunia internasional, sebut saja yang paling umum dikenal dalam masyarakat tentang perjanjian internasional terkait Paten yakni TRIPs (Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights).

Prof. Dr. H.R. Benny Riyanto, Kepala BPHN dalam sambutannya sambutan menyampaikan, “Undang-Undang Paten saat ini dianggap belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan terjadi hal yang tidak harmoni, seperti salah satunya mengenai Paten Sederhana, tidak adanya rumusan kegunaan praktis, sehingga implikasinya adalah saat ini setiap pemohon hanya memenuhi unsur kebaharuan tanpa esensi kegunaan praktis.” Ucap Prof. Benny.

Sementara itu Dr. Freddy Haris mengatakan bahwa paten ini memiliki 2 jenis sistem yaitu European Model dan American Model. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Undang-Undang Paten ini masih terbilang baru, lalu mengapa perlu untuk diubah lagi, karena kita menyadari bahwa banyak sekali kekurangannya, seperti di Pasal 20 pada mulanya ditujukan kepada industri farmasi, namun apabila diterapkan pada industri elektronik atau mekanik maka akan menimbulkan masalah.

Menanggapi permasalahan Paten dalam sektor kesehatan, Agustini mengatakan “Penguatan bidang kefarmasian nasional diperlukan sebagai pengembangan industri strategis, karena obat merupakan komponen yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan dan berguna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia, kita bisa berkiblat pada Article 31 TRIPs yang saya rasa cukup fleksibel, pertama, sangat penting untuk memastikan kemampuan produksi obat-obatan generik dan memastikan akses terhadap obat-obatan yang terjangkau, kedua, produksi dan persaingan obat generik dapat meningkatkan akses obat, ketiga, Paten dapat meningkatkan harga dan inovasi, dan yang keempat, mencegah evergreening.”

Pembahasan  dalam kegiatan FGD  ini berguna untuk memperkaya gagasan demi Naskah Akademik yang baik, serta diharapkan pembentukan Undang-Undang tentang Paten yang baru nanti dapat saling selaras antara kepentingan dan kebutuhan, menciptakan akses yang dapat memudahkan masyarakat baik nasional maupun internasional, membawa pengaruh yang positif dan menguntungkan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya, khususnya bagi bangsa Indonesia sendiri. (Willy)