Dialog Nasional Tentang Hukum Dan Eksistensi Serta Kompetensi Lembaga Negara Di Bidang Penegakan Hukum Dalam Sistem UUD Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2009 bertempat Hotel Millenium Jakarta. Dialog ini mengetengahkan empat topic diantaranya yaitu : Cita-Cita Dan Implementasi Hokum Menurut UUD Negara RI 1945, Tata Hubungan Lembaga Negara Dalam System Ketatanegaraan Menurut UUD Negara RI 1945, dan Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman Serta Harmonisasi Dan Sinkronisasi Badan-Badan Menurut UUD Negara RI 1945. Dalam Dialog nasional ini menghsilkan bebeapa rekomendasi  yaitu antara lain :

  1. Cita hukum (rechsidee) yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 harus tetap diperhatikan dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Rechsidee tetap sama baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan UUD 1945. Yang membedakan adalah bahwa rechsidee yang diterapkan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum adanya perubahan bersifat absolute sehingga mengarah kepada Negara kekuasaan, tetapi setelah adanya perubahan, rechsidee tidak lagi bersifat absolute.
  2. Ada fakta bahwa belum ada harmonisasi dan sinkronisasi antara staatsfundamentalnorms yang ada dalam Pembukaan UUD 1945, Pasal-pasal dalam UUD 1945, terlebih-lebih di tingkat implementasi. Contohnya adalah adanya Pemilu yang terpisah antara legislatif dan presiden, dan juga adanya Pilkada. Perlu dikaji lebih mendalam apakah staatsfundamentalnorms tersebut sudah diwujudkan secara konsisten dalam batang tubuh UUD 1945  atau Undang-undang lainnya.
  3. Pembuat Undang-undang dituntut untuk benar-benar memahami cita hukum dan implementasinya dalam bentuk norma dasar dalam UUD. Jika tidak, produknya berupa UU akan dimintakan pengujian (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru pelaku kekuasaan eksekutif.
  4. Kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru setelah adanya perubahan UUD 1945 dianggap sebagai super body, sehingga perlu diawasi. Masih menjadi perdebatan apakah perlu ada aturan mengenai bagaimana seharusnya MK itu menafsirkan UU terhadap UUD, apakah perlu aturan tentang metodologi penafsiran itu diatur dalam UU, tidak seperti sekarang yang hanya diatur melalui Peraturan MK. Oleh karena itu perlu dipikirkan untuk dibuat aturan mengenai hukum acara di Mahkamah Konstitusi.
  5. Penegakan hukum masih banyak menimbulkan masalah. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya kelemahan di dalam KUHAP. RUU perubahan  KUHAP harus segera dibahas di DPR. Menurut RUU KUHAP ini, lembaga prapradilan ini kelak akan diganti dengan hakim komisaris yang diperkirakan akan lebih efektif. KUHAP baru ini juga diharapkan bakal meminimalisir terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat. Disamping itu, dalam memperbaiki penegakan hukum di Indonesia perlu juga memperhatikan aspek reformasi budaya, termasuk reformasi personal aparat penegak hukum.