Washington – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyampaikan bahwa Pancasila merupakan cara tepat bagi Indonesia dalam menjaga kerukunan antar-umat beragama. Hal itu disampaikan Yasonna saat menjadi Keynote Speaker dalam International Religious Freedom Summit, di Washington D.C., Amerika Serikat, Rabu (29/6/2022).
“Dalam menjaga keharmonisan di antara masyarakat yang beragam, itulah sebabnya para pendiri bangsa kita sepakat untuk memilih Pancasila sebagai dasar resmi dan falsafah Negara Indonesia.,” kata Yasonna.
Dalam forum tersebut, Yasonna mengungkapkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi sekitar 280 juta orang, menjadikannya negara terpadat keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan lebih dari 300 kelompok etnis, 700 bahasa, serta budaya dan agama yang beragam.
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPP PDI Perjuangan itu melanjutkan, kebebasan beragama adalah hak yang tidak dapat dikurangi, yang tidak dapat dilanggar sebagai hak asasi manusia yang fundamental sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Menjamin persamaan sepenuhnya kebebasan beragama bagi seluruh warga negara Indonesia adalah prinsip dasar yang dilindungi oleh hukum dan dihargai oleh budaya sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia,” ungkap Yasonna.
Kemudian, Yasonna mengatakan bahwa radikalisme dan terorisme juga menjadi tantangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, Indonesia berupaya secara intensif untuk mencegah ekstremisme kekerasan di masyarakat dengan membentuk unit kontra-terorisme, yang bekerja dengan para pemimpin agama, tokoh masyarakat, serta bekerja sama dengan negara-negara lain di kawasan untuk mencegah terorisme dan radikalisme lintas batas.
“Indonesia telah menggalakkan Interfaith Dialogue di tingkat nasional dan internasional, sebagai forum pertukaran pandangan dan diskusi guna menciptakan pemahaman dan toleransi yang lebih baik terhadap agama dan kepercayaan yang berbeda,” sambung Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) tersebut.
International Religious Freedom Summit merupakan pertemuan tahunan yang dihadiri para tokoh pemerintahan dan masyarakat madani dari berbagai negara untuk membahas tantangan dan peluang dalam mempromosikan kebebasan beragama secara global.
Kegiatan tahun ini dihadiri sekitar 1.200 peserta. Pada hari yang sama, selain Menkumham RI Yasonna H. Laoly, terdapat beberapa tokoh yang menjadi pembicara di IRF Summit, antara lain: Alejandro Eduardo Giammattei Falla (President of Guatemala), Marco Rubio (United States Senator for Florida), Mike Pompeo (former Secretary of State), dan Nancy Pelosi (US House Speaker).
Yasonna juga mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Rashad Hussain (Advisor to the US President on Religious Freedom Conditions and Policy) untuk membahas isu kebebasan beragama di kedua negara dan potensi kerja sama bilateral di bidang HAM.
“Dalam menjaga keharmonisan di antara masyarakat yang beragam, itulah sebabnya para pendiri bangsa kita sepakat untuk memilih Pancasila sebagai dasar resmi dan falsafah Negara Indonesia.,” kata Yasonna.
Dalam forum tersebut, Yasonna mengungkapkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi sekitar 280 juta orang, menjadikannya negara terpadat keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan lebih dari 300 kelompok etnis, 700 bahasa, serta budaya dan agama yang beragam.
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPP PDI Perjuangan itu melanjutkan, kebebasan beragama adalah hak yang tidak dapat dikurangi, yang tidak dapat dilanggar sebagai hak asasi manusia yang fundamental sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Menjamin persamaan sepenuhnya kebebasan beragama bagi seluruh warga negara Indonesia adalah prinsip dasar yang dilindungi oleh hukum dan dihargai oleh budaya sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia,” ungkap Yasonna.
Kemudian, Yasonna mengatakan bahwa radikalisme dan terorisme juga menjadi tantangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, Indonesia berupaya secara intensif untuk mencegah ekstremisme kekerasan di masyarakat dengan membentuk unit kontra-terorisme, yang bekerja dengan para pemimpin agama, tokoh masyarakat, serta bekerja sama dengan negara-negara lain di kawasan untuk mencegah terorisme dan radikalisme lintas batas.
“Indonesia telah menggalakkan Interfaith Dialogue di tingkat nasional dan internasional, sebagai forum pertukaran pandangan dan diskusi guna menciptakan pemahaman dan toleransi yang lebih baik terhadap agama dan kepercayaan yang berbeda,” sambung Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) tersebut.
International Religious Freedom Summit merupakan pertemuan tahunan yang dihadiri para tokoh pemerintahan dan masyarakat madani dari berbagai negara untuk membahas tantangan dan peluang dalam mempromosikan kebebasan beragama secara global.
Kegiatan tahun ini dihadiri sekitar 1.200 peserta. Pada hari yang sama, selain Menkumham RI Yasonna H. Laoly, terdapat beberapa tokoh yang menjadi pembicara di IRF Summit, antara lain: Alejandro Eduardo Giammattei Falla (President of Guatemala), Marco Rubio (United States Senator for Florida), Mike Pompeo (former Secretary of State), dan Nancy Pelosi (US House Speaker).
Yasonna juga mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Rashad Hussain (Advisor to the US President on Religious Freedom Conditions and Policy) untuk membahas isu kebebasan beragama di kedua negara dan potensi kerja sama bilateral di bidang HAM.