Para anggota DPR periode 2004-2009 segera mengakhiri masa jabatannya pada 30 September mendatang. Namun, dalam tiga pekan terakhir, DPR menggelar pembahasan sejumlah rancangan undang-undang (RUU). Bahkan, dua hari terakhir, wakil rakyat mengesahkan tujuh RUU dalam rapat paripurna di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat. Kemarin, DPR mengesahkan RUU Kesehatan, RUU Narkotika, RUU Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan RUU Keimigrasian. Sementara pada Selasa (15/9), DPR mengesahkan RUU Kepemudaan, RUU Kawasan Ekonomi Khusus, dan RUU Pos.
Walau dipertanyakan sejumlah kalangan, beberapa pejabat negara menyambut positif pengesahan RUU-RUU tersebut. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault menyatakan kegembiraannya mengenai disahkannya RUU tentang Kepemudaan. "Bangsa Indonesia telah memasuki masa keemasan di bidang kepemudaan dengan adanya hukum yang menaungi para pemuda Indonesia yang tercantum dalam Undang-undang Kepemudaan," ujar Adhyaksa, seperti dikutip ANTARA.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan, disahkannya RUU tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan membantu bangsa Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi global yang terjadi saat ini. "Pemerintah akan mengusahakan pembangunan tiga KEK dalam satu tahun ke depan, tentunya dengan pengawasan dari anggota Dewan yang terhormat," kata Mari.
RUU lain yang juga disahkan oleh anggota DPR adalah RUU Perposan atau disebut RUU tentang Pos. Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh menyatakan, UU Pos nantinya akan menjawab berbagai perkembangan pos saat ini. "Dengan disahkannya RUU tentang Pos ini menjadi UU, maka diharapkan nantinya akan mampu menjawab perkembangan pos," jelas M. Nuh.
Adapun dalam pandangan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo, pengesahan sejumlah RUU menjadi undang-undang pada rapat paripurna DPR tidak sah. Alasannya, anggota DPR yang hadir tidak memenuhi kuorum. "Jika UU yang disahkan tidak sah maka berpotensi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Tjahjo menjawab wartawan di sela-sela rapat paripurna di Senayan, Jakarta, Selasa.
Tjahjo berpendapat, berdasarkan aturan tata tertib DPR kuorum tercapai jika tingkat kehadiran anggota DPR sebanyak separuh plus satu dari 550 orang. Pengesahan empat RUU menjadi UU pada rapat paripurna DPR, kemarin, menurut dia hanya dihadiri sekitar 16 persen anggota DPR, yang berarti tidak sah.
Kalau sampai produk UU yang disahkan DPR secara tergesa-gesa ini dibatalkan oleh MK, imbuh Tjahjo, maka pekerjaan DPR yang telah dilakukan secara intensif menjadi sia-sia. Dikatakannya, persoalan kehadiran anggota DPR adalah tanggung jawab moralnya masing-masing pada tugasnya sebagai anggota Dewan. Namun ia berharap, pada rapat-rapat penting seperti rapat paripurna pengambilan keputusan hendaknya anggota DPR bisa hadir.
Ketika ditanya mengenai ketidakhadiran anggota DPR dari Fraksi PDIP, Tjahyo menjawab fraksinya mempunyai mekanisme yang berlaku. Yakni, anggota yang absen memberitahukan ketidakhadirannya, sakit atau izin. Menurut Tjahjo, sebagai anggota DPR dirinya juga harus bertemu dengan konstituen atau relasi lainnya, jadi tidak setiap hari harus ada di DPR. "Tapi sebagai sebagai anggota DPR juga harus memenuhi tata tertib yang berlaku di DPR," ucap Tjahjo.
Pada rapat paripurna DPR Selasa ini, sebagian besar kursi di ruangan rapat juga tampak kosong. Ketua DPR Agung Laksono selaku pimpinan rapat, usai penyampaian laporan pemeriksaan semester pertama Badan Pemeriksa Keuangan, menyebutkan jumlah anggota DPR yang hadir 265 orang.
Strategic Indonesia membenarkan dalam tiga pekan terakhir DPR membahas banyak RUU. Bahkan, menurut Program Director Strategic Indonesia Audy Wuisang, DPR mengebut pembahasan 22 RUU. "Mengapa tiba-tiba mereka begitu ngotot dan bergegas menyelesaikan sebanyak itu RUU, padahal masa pembahasannya relatif singkat, tinggal tiga minggu? Sudah dapat dipastikan bahwa 22 RUU yang dibahas secara terburu-buru itu tidak akan menjawab kebutuhan masyarakat secara substansial," demikian pernyataan dalam rilis tersebut.
Strategic Indonesia menyatakan pula, sinyaleman kuat akan adanya persoalan signifikan pascapenetapan sejumlah RUU tersebut, sudah mulai terlihat. Yakni, protes yang dilancarkan Masyarakat Perfilman Indonesia.
http://berita.liputan6.com/politik/200909/244308/Dalam.Dua.Hari.DPR.Sahkan.Tujuh.RUU