BPHN: Tingkat Keberhasilan Penyusunan PP dan Perpres Sangat Minim

Jakarta, BPHN.go.id – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM menyoroti kinerja pemerintah dalam penyelesaian daftar Program Penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden (Progsun PP dan Perpres). Pasalnya dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, realisasi penyelesaian daftar PP dan Perpres dinilai sangat minim.

Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM, R. Benny Riyanto mengatakan bahwa tingkat keberhasilan penyelesaian PP dan Perpres memprihatinkan. Berdasarkan Capaian Progsun PP dan Perpres periode 2014 – 2019, jumlah PP dan Perpres yang ditetapkan jauh dari jumlah usulan baik usulan baru maupun luncuran. Sebagai contoh, tahun 2017, dari total 130 usulan RPP hanya berhasil ditetapkan sebanyak 3 PP. Realisasi yang sama, juga terjadi pada RPerpres tahun yang sama, yakni dari 70 usulan RPerpres hanya berhasil ditetapkan sebanyak 4 RPerpres.

“Pada tahun 2018 dan 2019, BPHN Kementerian Hukum dan HAM sudah memberikan fasilitasi untuk menyelesaikan Progsun PP dan Pepres. Namun, tingkat keberhasilan masih belum terlihat,” kata R. Benny.

Tahun ini, terdapat 29 RPP yang diusulkan oleh 14 Kementerian/Lembaga sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2020. Kemudian, terdapat 27 RPerpres yang diusulkan oleh 15 Kementerian/Lembaga sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden. Serta, terdapat 25 RPP Luncuran 2019 usulan dari 12 Kementerian/Lembaga dan 21 RPerpres Luncuran 2019 yang diusulkan oleh 11 Kementerian/Lembaga.

“BPHN akan buat kebijakan yang ketat dalam pengusulan Progsun PP dan Perpres. Tahun 2021, BPHN juga akan membuat daftar yang lebih rasional karena realisasi yang minim ini membuat rapor yang buruk terhadap kinerja K/L,” kata R. Benny.

Selain akan memperkat pengusulan Progsun PP dan Perpres, BPHN akan mengambil sejumlah langkah strategis. Pertama, rasionalisasi penyusunan perencanaan PP dan Perpres. Sekalipun pembentukan PP atau Perpres tersebut diamanatkan oleh undang-undang, namun BPHN mendorong Kementerian/Lembaga hanya mengusulkan sesuai tingkat urgensi dan kemampuan dari Kementerian/Lembaga pemrakarsa.

Kedua, BPHN berkoordinasi secara lebih intens dengan Sekretariat Negara (Setneg) dan Kantor Staf Presiden (KSP). Kedepan, setiap triwulan akan dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap Kementerian/Lembaga pemrakarsa. Dalam hal ditemukan keterlambatan penyusunan dari penjadwalan, Setneg atau KSP dapat menyurati Kementerian/Lembaga terkait. Ketiga, BPHN akan membangun website monitoring dan evaluasi penyusunan PP dan Perpres yang saling terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga, termasuk juga dengan Setneg, KSP, dan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM RI.

“Kami ingin membangun komitmen di antara K/L. Andai kata ada kesulitan, BPHN pasti akan membantu,” kata R. Benny.  

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN, Djoko Pudjiraharjo menyampaikan, BPHN Kementerian Hukum dan HAM tidak dalam posisi untuk menghambat Kementerian/Lembaga melainkan ingin mempercepat dengan mencari jalan keluar bersama tingkat realisasi penyelesaian PP dan Perpres yang minim. Selain berkaitan dengan kinerja, lambatnya realisasi penyusunan PP dan Perpres juga berdampak pada inefisiensi dari sisi penganggaran.

“Kementerian/Lembaga juga diharapkan laporkan progresnya ke BPHN Kementerian Hukum dan HAM,” kata Djoko. (NNP)