Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM mesti satu persepsi dalam menerapkan metode analisis dan evaluasi hukum "6 Dimensi" agar dapat menghasilkan rekomendasi yang berkualitas serta pada akhirnya berkontribusi terhadap upaya penataan regulasi daerah. Makanya, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM berkomitmen membina dan menguatkan peran pejabat fungsional Analis Hukum agar lebih terampil lagi dalam melakukan tugasnya sehari-hari.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Yunan Hilmy mengatakan, pemerintahan di era Presiden Joko Widodo fokus melakukan reformasi regulasi salah satunya terhadap regulasi existing lewat mekanisme analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang kondisinya belum ideal seperti saling tumpang tindih antar peraturan yang satu dengan yang lain, dari segi jumlah sangat banyak (obesitas), serta secara norma justru menghambat laju investasi di Indonesia. Bagi pengampu kebijakan, instrumen evaluasi regulasi sudah dilembagakan pasca diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 sebagaimana diubah UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tenang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Kanwil Kementerian Hukum dan HAM harus punya kesamaan persepsi dan teknis pelaksanaan analisis dan evaluasi produk hukum daerah sesuai metode '6 Dimensi' yang dikembangkan BPHN," kata Yunan, Jumat (17/3) di Jakarta.
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, kata Yunan, melaksanakan kegiatan Fasilitasi dan Pembinaan Analisis dan Evaluasi Peraturan Daerah di sejumlah Provinsi, yakni Sumatara Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Saat melawat ke beberapa wilayah, Yunan mendapati bahwa hasil analisis dan evaluasi Peraturan Daerah (Perda) ternyata masih perlu dioptimalkan. Menurutnya, Laporan Hasil Analisis dan Evaluasi Perda yang dilaksanakan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM masih terdapat banyak hal yang perlu disempurnakan baik dari sisi substansi maupun teknis, termasuk persentase penyampaian hasil yang masih rendah.
“Dari 33 Kanwil Kemenkumham se-Indonesia, hanya ada sembilan Kanwil yang telah menyampaikan laporan hasil analisis dan evaluasi hukum, yakni Kanwil Kemenkumham Provinsi DKI Jakarta, Jambi, DIY, Kalimantan Timur, Maluku, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan NTB," sebut Yunan.
Dalam kesempatan terpisah, Analis Hukum Ahli Utama, Bambang Iriana Djajaatmadja, yang hadir di dua titik lokasi, yakni di Makassar dan Semarang, menyebutkan bahwa permasalahan regulasi di daerah berdasarkan pengamatannya cenderung overregulasi lantaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sudah mengatur secara rinci namun masih mendelegasikan pengaturan kepada peraturan daerah sehingga menyebabkan hyper regulasi. Di samping itu, secara kualitas regulasi, banyak Perda yang 'copy-paste' padahal dan kualitas produk hukum daerah menjadi salah satu Indikator Penilaian Standardisasi tertentu.
Bagaimana respons Kanwil Kemenkumham? Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara Imam Suyudi, merespons positif inisiatif yang dilakukan Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN.
"Kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan keterampilan pejabat fungsional Analis Hukum di Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan analisis dan evaluasi Perda sesuai dengan metode yang telah ditetapkan sehingga rekomendasi hasil analisis dan evaluasi tersebut berkualitas serta berkontribusi bagi penataan regulasi di daerah," kata Imam.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Provinsi Jawa Tengah, Nur Ichwan menilai seringkali peraturan perundang-undangan yang ada menimbulkan permasalahan antara lain, terlalu banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibuat tanpa melihat dan disesuaikan dengan arah prioritas pembangunan nasional dan kebutuhan konkret masyarakat. Senada dengan Ichwan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Provinsi Jawa Timur, Iman Jauhari, makanya berharap agar pejabat fungsional Analis Hukum dapat diikutsertakan dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Yunan Hilmy mengatakan, pemerintahan di era Presiden Joko Widodo fokus melakukan reformasi regulasi salah satunya terhadap regulasi existing lewat mekanisme analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang kondisinya belum ideal seperti saling tumpang tindih antar peraturan yang satu dengan yang lain, dari segi jumlah sangat banyak (obesitas), serta secara norma justru menghambat laju investasi di Indonesia. Bagi pengampu kebijakan, instrumen evaluasi regulasi sudah dilembagakan pasca diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 sebagaimana diubah UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tenang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Kanwil Kementerian Hukum dan HAM harus punya kesamaan persepsi dan teknis pelaksanaan analisis dan evaluasi produk hukum daerah sesuai metode '6 Dimensi' yang dikembangkan BPHN," kata Yunan, Jumat (17/3) di Jakarta.
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, kata Yunan, melaksanakan kegiatan Fasilitasi dan Pembinaan Analisis dan Evaluasi Peraturan Daerah di sejumlah Provinsi, yakni Sumatara Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Saat melawat ke beberapa wilayah, Yunan mendapati bahwa hasil analisis dan evaluasi Peraturan Daerah (Perda) ternyata masih perlu dioptimalkan. Menurutnya, Laporan Hasil Analisis dan Evaluasi Perda yang dilaksanakan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM masih terdapat banyak hal yang perlu disempurnakan baik dari sisi substansi maupun teknis, termasuk persentase penyampaian hasil yang masih rendah.
“Dari 33 Kanwil Kemenkumham se-Indonesia, hanya ada sembilan Kanwil yang telah menyampaikan laporan hasil analisis dan evaluasi hukum, yakni Kanwil Kemenkumham Provinsi DKI Jakarta, Jambi, DIY, Kalimantan Timur, Maluku, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan NTB," sebut Yunan.
Dalam kesempatan terpisah, Analis Hukum Ahli Utama, Bambang Iriana Djajaatmadja, yang hadir di dua titik lokasi, yakni di Makassar dan Semarang, menyebutkan bahwa permasalahan regulasi di daerah berdasarkan pengamatannya cenderung overregulasi lantaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sudah mengatur secara rinci namun masih mendelegasikan pengaturan kepada peraturan daerah sehingga menyebabkan hyper regulasi. Di samping itu, secara kualitas regulasi, banyak Perda yang 'copy-paste' padahal dan kualitas produk hukum daerah menjadi salah satu Indikator Penilaian Standardisasi tertentu.
Bagaimana respons Kanwil Kemenkumham? Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara Imam Suyudi, merespons positif inisiatif yang dilakukan Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN.
"Kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan keterampilan pejabat fungsional Analis Hukum di Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan analisis dan evaluasi Perda sesuai dengan metode yang telah ditetapkan sehingga rekomendasi hasil analisis dan evaluasi tersebut berkualitas serta berkontribusi bagi penataan regulasi di daerah," kata Imam.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Provinsi Jawa Tengah, Nur Ichwan menilai seringkali peraturan perundang-undangan yang ada menimbulkan permasalahan antara lain, terlalu banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibuat tanpa melihat dan disesuaikan dengan arah prioritas pembangunan nasional dan kebutuhan konkret masyarakat. Senada dengan Ichwan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Provinsi Jawa Timur, Iman Jauhari, makanya berharap agar pejabat fungsional Analis Hukum dapat diikutsertakan dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan.