BPHN Mendorong Lahirnya RUU tentang Perikatan
Surabaya, BPHN.go.id – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mendorong Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Perikatan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. Usulan ini dilatarbelakangi pertimbangan dari sejumlah aspek serta kajian baik teoritis dan empiris. Kepala BPHN Prof R. Benny Riyanto, mengatakan pengaturan mengenai hukum perikatan yang diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengalami perkembangan yang sangat signifikan. BPHN melihat beberapa hal baru yang perlu diakomodir dalam RUU Perikatan, antara lain perkembangan penggunaan asas-asas hukum kontrak yang bersumber pada konsep ekonomi Syariah seperti pada kegiatan keuangan dan perbankan. “RUU tentang Perikatan didesain sebagai sub kodifikasi dan kodifikasi hukum perikatan nasional,” kata Prof R Benny, sewaktu menjadi narasumber salam Seminar Nasional Pembentukan UU tentang Perikatan Nasional di Universitas Airlangga, Sabtu (27/4). Yang perlu menjadi pemikiran bersama, lanjut Prof R Benny, RUU tentang Perikatan ini nantinya apakah didorong menjadi suatu kodifikasi atau sebatas modifikasi. Kodifikasi di sini berarti, penyusunan atau penetapan peraturan perundang-undangan secara sistematis mengenai bidang hukum yang luas dan dikumpulkan dalam suatu kitab. Sementara, modifikasi di sini lebih pada peraturan perundang-undangan yang menetapkan peraturan baru. Tentu ada kelebihan dan kekurangan dari dua konsep, baik itu kodifikasi maupun modifikasi. Bila yang disepakati adalah konsep kodifikasi, kekurangannya adalah butuh waktu lama untuk membentukan dan seringkali lebih lambat dari perkembangan hukum itu sendiri. Sementara itu, sekalipun kosep modifikasi tidak membutuhkan waktu lama untuk membentuknya, akant tetapi pengubahan yang dilakukan bersifat tambal sulam atau sektoral dan tersebar di beberapa undang-undang. “Teuku  M Radhie (Kepala BPHN Periode 1984-1988) meyakini perlunya kodifikasi dilakukan terhadap area-area hukum yang mendasar (basic law) seperti hukum pidana, perdata, acara pidana, dan acara perdata. Namun, pendapat Hamid S. Attamimi (Wakil Sekretaris Kabinet) memiliki pandangan mendahulukan modifikasi, dalam arti membuat undang-undang tersendiri yang mencabut atau mengubah kodifikasi dan/atau membentuk undang-undang sektoral sebanyak mungkin guna mengisi kebutuhan yang lebih pragmatis dalam rangka mendukung pembangunan nasional,” kata Prof R Benny. 

Perkembangan Isu Pengaturan RUU tentang Hukum Perikatan

1

Semakin banyak upaya atau kecenderungan privatisasi berbagai urusan-urusan publik dan/atau yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang sebenarnya menjadi tugas dan wewenang badan-badan publik (government contracts, project financing, dsb)

2

Terjadi proses konvergensi asas-asas dan aturan yang bersumber pada KUHPerdata (yang berakar dari tradisi Civil Law dengan asas-asas dan aturan yang tumbuh di dalam tradisi Common Law)

3

Terjadi proses divergensi yang cukup signifikan di dalam praktik terhadap asas-asas dan aturan-aturan hukum kontrak yang dimuat dalam Buku III KUH Perdata melalui Yurisprudensi

4

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963, perihal gagasan menganggap Burgerlijk Wetboek tidak sebagai undang-undang

5

Perkembangan penggunaan asas-asas hukum kontrak yang bersumber pada ekonomi Syariah di berbagai aktivitas komersial

6

Tumbuhnya pandangan-pandangan berbagai kalangan yang mengingatkan pentingnya perhatian pada asas-asas utama hukum adat yang pada hakekatnya masih mencerminkan pola berpikir bangsa Indonesia terhadap kehidupan dan khususnya terhadap pola hubungan antar manusia.

Tahun 1994, BPHN memiliki inisiatif menyusun Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan tentang Hukum Perikatan. Kurang dua dekade kemudian, tepatnya tahun 2013 BPHN mendorong kembali konsep tersebut dengan menerbitkan Naskah Akademik tentang RUU Hukum Kontrak. Dikatakan Prof R Benny, terdapat dua perbedaan cukup mendasar dalam poin-poin Naskah Akademik 1994 dengan Naskah Akademik 2013. Setidaknya ada tiga kata yang menjadi kunci: perikatan, perjanjian, dan kontrak.

“BPHN mendorong pembaharuan hukum keperdataan, khususnya terkait Perikatan di Buku III KUH Perdata, dengan cara mendorong masuk Prolegnas Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024. Apabila sudah berhasil masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 maka perlu strategi persiapan untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahunan,” kata Prof R. Benny. (NNP/YAY)