BPHN Dorong RUU Hukum Perdata Internasional Segera Dilahirkan

Semarang, BPHN.go.id – Perkembangan bisnis yang semakin pesat serta melibatkan pelaku usaha antar Negara dipandang perlu payung hukum yang komprehensif. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM menilai perlunya suatu undang-undang payung yang nantinya akan mengatur berbagai aspek penting dan menjadi pedoman para pihak yang terlibat di dalam aktivitas perekonomian internasional.

“Diperlukan pengaturan hukum yang adaptif dengan perkembangan saat ini untuk memberikan pelindungan terhadap beberapa hal penting melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Perdata Internasional,” kata Kepala BPHN Prof R Benny Riyanto, dalam acara “Temu Pakar Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang”, Jumat (10/7) di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah.

Sejumlah hal penting yang diatur, kata Kepala BPHN, meliputi tiga substansi pokok. Pertama, kewenangan yurisdiksi badan peradilan; Kedua, penetapan hukum materiil yang harus diberlakukan; dan Ketiga, pengakuan dan pelaksanaan putusan badan peradilan asing. Ketiga substansi pokok pengaturan di dalam RUU Hukum Perdata Internasional tersebut sejatinya adalah upaya untuk mengatasi dan melindungi (aanvullen recht) potensi terjadinya perselisihan dari berbagai kegiatan bisnis internasional yang meliputi perdagangan, investasi, kekayaan intelektual, hingga kontrak kerja.

Untuk memenuhi kebutuhan peningkatkan daya saing antar negara serta memberi kemudahan berusaha atau berbisnis (ease of doing business/EoDB), lanjut Kepala BPHN, Indonesia telah mengadakan kerjasama komprehensif dalam bidang ekonomi dengan beberapa Negara. Hingga saat ini, lebih dari 145 perjanjian bidang ekonomi dan 4 (empat) perjanjian komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) yakni antara Indonesia dengan negara Australia, Jepang, Uni Eropa, dan Korea Selatan.

“Oleh karena itu, diperlukan RUU Hukum Perdata Internasional yang sistematis sesuai dengan kebutuhan politik hukum nasional saat ini,” jelas Kepala BPHN.

Sebagai informasi, perjalanan pembentukan RUU Hukum Perdata Internasional sudah dilakukan berpuluh tahun silam. Penyusunan konsep dan draf rancangannya bahkan sudah dimulai BPHN di era 1980 ketika itu Kepala BPHN masih dijabat oleh Teuku M. Radhie. Ketua Tim Penyusunan RUU Hukum Perdata Internasional yang pertama dipimpin oleh Prof Sudargo Gautama. Estafet pembentukan dilanjutkan tahun 1997-1998, waktu itu Prof Sunaryati Hartono menjabat sebagai Kepala BPHN.

Selang belasan tahun kemudian, dimulai kembali pembahasan mengenai Hukum Perdata Internasional. Pada 2013-2014, BPHN menginisiasi kembali penyusunan draf Naskah Akademik RUU Hukum Perdata Internasional. Dan baru pada tahun ini, RUU Hukum Perdata Internasional masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024. “Tahun 2020 ini, Kemenkumham RI melakukan penyiapan draf rancangan dan penyempurnaan Naskah Akademik RUU Hukum Perdata Internasional,” pungkas Kepala BPHN. (Nanda)