Surabaya, WARTA BPHN

Kepala Bidang Program Legislasi Nasional, Tongam Silaban, SH.,MH atas nama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengapresiasi dan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Hukum dan civitas akademika Universitas Airlangga, telah bekerjasama dalam penyelenggaraan diskusi publik tentang Rancangan Naskah Akademik RUU tentang Hukum Acara Perdata, Kamis (22/10).

Selanjutnya, mengatasnamakan Kepala BPHN beliau memaparkan bahwa hukum acara perdata di Indonesia saat ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik peraturan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda maupun peraturan perundang-undangan produk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengkaji hal tersebut, sudah saat peraturan Kolonial ini harus diperbaharui karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan nilai kebangsaan dalam mewujudkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebab hukum acara perdata produk Pemerintah Hindia Belanda yang masih berlaku hingga saat ini  bersifat diskriminatif, pemberlakuan untuk Pengadilan di Jawa dan Madura berbeda dengan hukum acara yang berlaku untuk pengadilan di luar Jawa dan Madura.

Disisi lain, masyarakat pencari keadilan sering menemukan proses peradilan yang panjang dan berbelit-belit. Prosedur yang panjang dalam acara pemeriksaan perkara perdata ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat yang mendambakan adanya Hukum Acara Perdata yang dapat mengatasi persengketaan di bidang perdata dengan cara yang efektif dan efisien sesuai dengan asas sederhana, mudah, dan biaya ringan, kata Tongam Silaban.

Berangkat dari latar belakang dan permasalahan tersebut,  dalam penyusunan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata sudah cukup lama dilakukan serta telah dimasukkan dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019.

Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) maka tahapan pertama yang harus dilalui dalam perencanaan pembentukan perundang-undangan adalah harus mempunyai naskah akademik yang teknik penyusunannnya sesuai dengan Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,.

Penyusunan Naskah Akademik dilaksanakan sebagai pemantapan konsepsi RUU tentang Hukum Acara Perdata yang telah melalui penelitian, pengkajian dan penyelarasan sebagai dasar pengaturan mengenai suatu masalah dalam RUU yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dan keberadaan Badan Pembinaan Hukum Nasional sebagai salah satu unit dalam struktur Kementerian Hukum dan HAM RI mempunyai tugas menyusun naskah akademik harus mempersiapkan penyusunan naskah akademik sesuai dengan kebutuhan pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam pengajuan pembentukan perundang-undangan yang berasal dari usulan Kementerian Hukum dan HAM, tandas beliau.

Salah satu tahapan dalam pembentukan Undang-Undang, sudah barang tentu penyusunan Naskah Akademik yang mengikuti mekanisme pembentukan Undang-Undang, dimana diharuskan melaksanakan penyebarluasan sebagai cara masyarakat dan pemangku kepentingan berpartisipasi dalam pembentukan Undang-Undang guna memperoleh masukan dan diskusi publik merupakan sarana komunikasi dan partisipasi antara pemerintah dengan masyarakat. Pada tahap ini, masukan yang diterima akan menjadi pertimbangan secara akademik dan sosiologis terhadap arah pengaturan yang akan diatur.

Diharapkan dalam diskusi publik ini dapat memberikan informasi dan menjadi tempat bertukar pemikiran secara konstruktif, sehingga tim penyusun naskah akademik mendapatkan gagasan yang berkualitas dalam membangun peraturan perundang undangan yang lebih baik khusunya terhadap pengaturan tentang hukum acara perdata, mungkin inilah tujuan yang ingin dicapai, tutup Tongam.

Dalam kegiatan ini hadir tiga orang narasumber yang berkompeten yaitu, seorang mantan hakim dan juga pengamat hukum, DR. Asep Iwan Iriawan, SH; serta dua orang dari Akademisi dan pemerhati hukum yaitu Prof. DR. Y. Sogar Simamora SH.,M.Hum dan Prof. DR. Efa Laela Fakhriah, SH.,MH.

Dalam kesempatan, DR. Asep Iwan Iriawan, SH menyampaikan bahwa penerapan hukum acara perdata begitu banyak aturannya sehingga seringkali akan berbeda penerapan, berbeda tafsir, padahal dari satu sumber, apalagi dari 2 sumber yang berbeda, kata mantan hakim. Begitu juga dalam Penyusunan Naskah Akademik,  menurut beliau NA merupakan dasar penyusunan RUU sesuai dengan UU 12 tahun 2011, dimana penyebarluasan dan mengakomodasi/partisipasi masyarakat. Dalam forum tersebut beliau mengatakan bahwa pada tahun 1967 telah disetujui RUU Hukum Acara Perdata untuk dibahas, akan tetapi hingga saat ini belum pernah selesai.

Hal lain yang disampaikan oleh Prof. DR. Efa Laela Fakhriah, SH.,MH. dalam forum tersebut adalah mengenai pemikiran Prof. Mochtar Kusumah Atmadja. Menurut  Prof. Mochtar Kusumah Atmadja hukum-hukum yang tidak sensitif harus komprehensif kodifikasi dan unifikasi.

Begitu juga pengertian Warneting. Menurut beliau, pengertian Warneting merupakan doktrin, akan tetapi apabila dimasukan dalam RUU, akan menjadi dasar hukum sehingga orang tidak akan memiliki penafsiran berbeda serta beliau mengusulkan untuk segera memasukan tata cara hukum acara cepat, ujar Prof. DR. Efa Laela Fakhriah, SH.,MH. yang telah membantu merumuskan Naskah Akademik RUU, dengan Prof. Sudikno pada tahun 1987.

 Sementara Prof. Sogar lebih menekan pada proses Naskah Akademik. Menurutnya Naskah Akademik merupakan pondasi RUU, oleh karena itu harus ada hubungan yang erat antara NA dan RUU.

Dalam Hukum acara perdata sebenarnya telah terbit beratus-ratus surat edaran, yurisprudensi, akan tetapi belum disinggung dalam naskah akademik. Apabila akan membentuk UU baru maka jangan melupakan UU yang ada, dalam arti perlu dijaga sinkronisasinya. Harus diperhatikan asas dalam pembentukan UU, bahwa asas merupakan dasar fundamental dibalik penyusunan norma.

Kegiatan yang diselenggarakan di Aula Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya tersebut dihadiri lebih dari seratus peserta yang terdiri unsur pemerintahan provinsi/kab/kota, penegak hukum, akademisi dan lembaga-lembaga kemasyarakatan terkait.*tatungoneal