Memasuki Tahap Penyusunan Naskah Akademik, Revisi UU tentang Hubungan Luar Negri Akomodasi Perkembangan Global

BPHN.GO.ID – Yogyakarta. Saat ini Pemerintah sedang menyusun Rancangan Perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang diusulkan untuk masuk dalam program legislasi jangka menengah tahun 2025-2029.  Kehadiran UU yang telah berusia hampir 15 tahun tersebut diharapkan dapat disesuaikan dengan perkembangan hubungan luar negeri dan regulasi eksisting.

Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kementerian Luar Negeri, Pendekar Muda Leonard Sondakh, menyatakan bahwa perubahan UU tentang Hubungan Luar Negeri diharapkan dapat menjadi jangkar kuat dalam hubungan dan politik luar negeri Indonesia. “Untuk mengakomodasi dinamika internasional yang terus berkembang serta memenuhi kebutuhan kebijakan luar negeri saat ini maka materi muatan pengaturan dalam UU ini perlu direvisi,” jelas Pendekar Muda pada Rapat Penyusunan Naskah Akademik UU tentang Hubungan Luar Negeri yang dilaksanakan pada Rabu, (23/08/2024).

Sementara itu, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda BPHN, Imam Choirul Muttaqin, menekankan pentingnya tahap perencanaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Imam menjelaskan bahwa melalui perencanaan, dapat dilihat urgensi serta kebutuhan materi pengaturan. “Selain itu, terdapat potensi tumpang tindih pengaturan yang melibatkan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hubungan luar negeri dan kerja sama internasional,” ujar Imam pada kegiatan yang berlangsung di Yogyakarta.

Lebih lanjut, Imam mengingatkan pentingnya analisis dan evaluasi hukum sebagai tahap awal pembentukan peraturan perundang-undangan. “Analisis dan evaluasi ini dilakukan dengan menginventarisasi peraturan perundang-undangan terkait kewenangan yang sama dan mengkaji dampaknya terhadap pengaturan lain yang ada untuk menghindai tumpang tindih pengaturan,” jelasnya. 

Imam juga menambahkan bahwa perubahan UU ini harus memperhatikan amandemen UUD NRI 1945 serta pengesahan peraturan-peraturan domestik seperti UU tentang Pemerintahan Daerah, yang turut mengatur peran pemerintah daerah dan non-state actors dalam hubungan luar negeri. Dengan begitu pengaturan relasi kewenangan perlu diurai secara komprehensif untuk mengurangi risiko tumpang tindih pengaturan.

Sebagai bagian dari proses penyusunan peraturan perundang-undangan, Imam juga menekankan pentingnya pelaksanaan public expose melalui Diskusi Publik, Focus Group Discussion (FGD) dan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Untuk mendorong pelaksanaan public expose tersebut BPHN menyediakan platform Partisipasiku, yang dapat digunakan masyarakat untuk memberikan masukan dalam mewujudkan partisipasi bermakna.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan perubahan UU No. 37 Tahun 1999 dapat menghasilkan pengaturan yang lebih relevan, komprehensif dan sesuai dengan perkembangan nasional maupun internasional.