BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menerima audiensi dari Kedutaan Besar Inggris (British Embassy) untuk membahas langkah strategis dalam penguatan praktik regulasi yang baik (Good Regulatory Practice/GRP) di Indonesia. Pertemuan ini merupakan bagian dari upaya bersama mendukung reformasi regulasi nasional, seiring dengan persiapan Indonesia untuk bergabung ke dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Dalam kesempatan tersebut, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda BPHN, M. Ilham Fadhlan Putuhena, menekankan pentingnya analisis manfaat dan dampak hukum terhadap perencanaan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. “Analisis manfaat dan dampak bertujuan untuk memastikan setiap regulasi yang dibuat tidak hanya relevan secara hukum tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, dan BPHN mempunyai fungsi untuk mendorong analisis manfaat dan dampak hukum dilakukan” ujar Ilham dalam kegiatan yang berlangsung di Ruang Mochtar BPHN, Jakarta.
Ilham menjelaskan bahwa analisis manfaat dan dampak tersebut mencakup pemantauan pelaksanaan peraturan, tindak lanjut atas putusan pengadilan, hingga evaluasi kerangka hukum untuk perjanjian internasional. Menurut Ilham, keterlibatan pemangku kepentingan sejak awal pembentukan regulasi sangat penting untuk menciptakan pendekatan yang terencana dan inklusif. Sebagai tindak lanjut, BPHN telah mengembangkan metode analisis komprehensif, seperti Regulatory Impact Assessment (RIA) ex-post dan ROCCIPI, guna mendukung evaluasi peraturan secara menyeluruh.
Sementara itu, Regulatory Reform and Health Attache British Embassy Jakarta, Zoe Dayan, menyatakan dukungan Kedutaan Besar Inggris dalam memperkuat penerapan Good Regulatory Practice (GRP) di Indonesia. Program ini mencakup pengembangan panduan Regulatory Impact Analysis (RIA), sistem pengawasan pasar berbasis risiko, serta peningkatan keselamatan produk bagi konsumen.
“Pada tahun 2025, kami berencana mengembangkan pedoman RIA yang disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia untuk mendukung penguatan praktik regulasi yang baik,” ungkap Zoe. Zoe juga menambahkan bahwa British Embassy telah merencanakan workshop awal terkait RIA untuk memberikan gambaran umum penerapan RIA di Inggris, sekaligus menjawab isu-isu yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda, BPHN Imam Choirul Muttaqin melihat bahwa Penggunaan analisis manfaat dan dampak sudah dilakukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tetapi belum semua lembaga baik dipusat dan daerah melakukan secara ideal apalagi dengan menggunakan metode RIA.
Kemudian, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda BPHN, Reymond Sitorus menambahkan bahwa kebutuhan saat ini adalah mendorong adanya model RIA yang mudah digunakan dan tidak menambahkan biaya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Melalui kolaborasi ini, BPHN dan British Embassy berharap dapat memperkuat reformasi regulasi di Indonesia, menjadikan praktik regulasi lebih efektif, responsif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Sinergi kedua pihak juga diharapkan mampu menciptakan kerangka hukum yang adaptif terhadap tantangan global sekaligus mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.