BPHN.GO.ID – Jakarta. Guna memastikan keselarasan dan efektivitas hukum pertahanan negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan Rapat Analisis dan Evaluasi dengan tema "Refleksi dan Proyeksi Politik Hukum Pertahanan Negara di Indonesia", Selasa (14/05/2024).
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Nur Ichwan menyampaikan bahwa saat ini, pertahanan negara di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menggantikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
UU Pertahanan Negara merupakan landasan hukum utama di bidang pertahanan dan menjadi dasar bagi semua peraturan perundang-undangan di bidang pertahanan yang akan dibuat di kemudian hari. Selaras dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sebagai undang-undang pokok, diharapkan peraturan pertahanan yang diterbitkan setelah tahun 2002 memiliki hubungan erat dan saling memperkuat. Hal ini penting untuk menjaga konsistensi dan efektivitas hukum dalam bidang pertahanan negara.
“Telaahan awal dari kelompok kerja diperoleh bahwa UU Pertahanan Negara memuat peraturan yang sangat umum sehingga terdapat potensi terjadinya modifikasi/perbedaan pengaturan pada peraturan perundang-undangan yang dibentuk kemudian, mengingat adanya perubahan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman,” ujar Ichwan pada kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 2 BPHN, Jakarta.
Penasihat Senior LAB 45 sekaligus Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Periode 2022-2023, Andi Widjajanto selaku narasumber memaparkan bahwa setelah lebih dari dua dekade pasca reformasi dan penetapan UU Pertahanan Negara, masih terdapat pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh pemerintah. Andi berpendapat dengan berkembangnya dinamika geopolitik, ancaman, teknologi pertahanan, serta politik militer semakin memperkuat urgensi peninjauan kembali tata kelola dan regulasi di sektor pertahanan.
Andi menambahkan bahwa peta regulasi terkait pertahanan negara Indonesia cukup rumit, dimulai dari Undang-Undang, Peraturan Presiden hingga Instruksi Presiden. Ia juga menjelaskan bahwa terdapat penggunaan terminologi yang berbeda antar peraturan perundang-undangan. “Dalam UUD 1945 digunakan kata ‘kekuatan’, sedangkan dalam peraturan turunannya menggunakan kata ‘komponen dan unsur’,” jelas Andi.
Selanjutnya, Andi juga menyoroti hal-hal di bidang pertahanan yang didelegasikan UUD 1945 untuk diatur dengan undang-undang. “Hubungan kewenangan antara TNI dan Polri dalam menjalankan tugasnya masih belum diatur secara komprehensif. Sementara itu, meskipun sistem pertahanan rakyat semesta telah diatur dan dijelaskan, belum ada konsep yang konkrit untuk sistem keamanan rakyat semesta,” ungkap Andi.
Kemudian, Andi menjelaskan bahwa merujuk kepada UUD 1945, sistem pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh TNI dan Kepolisian RI. Sehingga, sistem pertahanan dan keamanan negara merupakan satu kesatuan yang dilaksanakan oleh dua lembaga yang tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Hal ini perlu diatur dan ditata dengan rapi agar tercipta sinergi yang optimal.
Lebih lanjut Andi menekankan pentingnya penghapusan tentara berpolitik sebagai salah satu isu penting dalam semangat reformasi. “Reformasi bertujuan untuk menghapus peran politik militer dan membangun tentara profesional yang murni. Hal ini harus dijaga dan ditingkatkan dari berbagai aspek,” kata Andi.
Dalam kegiatan ini juga dibahas lebih jauh berbagai isu seputar regulasi di bidang pertahanan seperti industri pertahanan, penguatan pola koordinasi antarlembaga di bidang pertahanan, contoh-contoh kasus di bidang pertahanan yang pernah dialami oleh Indonesia, serta arah pembangunan pertahanan di masa mendatang.