BPHN.GO.ID – Jakarta. Pemerintah tengah menyiapkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Draf RUU tersebut dipersiapkan menggantikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas di mana secara pengaturan akan mengintegrasikan sejumlah undang-undang yang mengatur soal sistem pendidikan ke dalam satu undang-undang. Pemerintah mengharapkan partipasi masyarakat serta stakeholders untuk menangkap dinamika dan kebutuhan hukum yang terjadi.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Prof Widodo Ekatjahjana mengatakan, RUU tentang Sisdiknas akan mengintegrasikan norma-norma pokok atas tiga undang-undang, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sementara itu, norma turunannya akan diatur lebih lanjut lewat Peraturan Pemerintah. Tujuan utama dari pengintegrasikan ketiga undang-undang tersebut adalah kepastian hukum, yakni adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia. 

“Hal ini menghindarkan masyarakat dari potensi kebingungan saat adanya aturan yang tidak harmonis atau bertentangan satu sama lain,” kata Kepala BPHN, sewaktu memberikan keynote speech dalam acara Dengar Pendapat (Hearing) Perencanaan Legislasi: “Rencana Pembentukan RUU Sistem Pendidikan Nasional”, Selasa (15/2) yang digelar secara hybrid.

RUU tentang Sisdiknas memang tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022, akan tetapi, kata Kepala BPHN, pemerintah mempersiapkan kelengkapan formil agar bisa diusulkan masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun ini serta bisa dibahas bersama dengan DPR RI, berupa Naskah Akademik, draf rancangan, Surat Keterangan Penyelarasan Naskah Akademik, Surat Keterangan Selesai Pembahasan Panitia Antar Kementerian (PAK), dan Surat Keterangan Selesai Harmonisasi. Tidak hanya itu, belajar dari uji formil Mahkamah Konstitusi (MK) sewaktu pengujian UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah memastikan partisipasi publik terlaksana dengan baik.

“Acara (hearing) ini ditujukan untuk memperoleh masukan dari stakeholder, terutama untuk menjaring masukan dan aspirasi terkait permasalahan pelaksanaan UU tentang Sisidiknas yang usianya sudah mencapai hampir 19 tahun. Tentunya dibutuhkan penyesuaian dengan dinamika dan perkembangan yang terjadi saat ini,” sebut Kepala BPHN.

Dosen dan Praktisi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ifan Iskandar menjelaskan, sejumlah forum seminar yang dilakukan oleh praktisi pendidikan serta kampus beberapa tahun belakangan ini juga merekomendasikan agar UU Nomor 20 Tahun 2003 direvisi, di mana salah satu alasanya sudah tidak relevan dengan perkembangan pendidikan di Indonesia. Dalam paparannya, Ifan juga menyoroti beberapa pasal dalam aturan tersebut yang perlu disesuaikan, diantaranya soal nasib guru terutama guru honorer yang belum diperbaiki secara adil (Pasal 48) serta tentang sarana pendidikan jarak jauh yang masih belum memadai, bahkan belum tersedia (Pasal 31).

“Permasalahan dalam implementasi UU Nomor 20 Tahun 2003 terdiri dari tiga pokok permasalahan, yakni indikasi inkonsistensi internal dan eksternal undang-undang, sarana dan prasarana pendukung, serta praktik dalam dunia pendidikan,” jelas Ifan.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditono, memaparkan bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi selaku leading sector dalam penyiapan draf RUU tentang Sisdiknas, menjelaskan di samping mengintegrasikan tiga undang-undang yang mengatur sistem pendidikan nasional secara langsung, draf RUU tentang Sisdiknas akan mencakup undang-undang yang beririsan dengan sistem pendidikan termasuk undang-undang terkait Profesi.

“Pokok-pokok perubahan utama dalam RUU tentang Sisdiknas terdiri dari empat hal pokok, antara lain tentang kebijakan standar pendidikan yang mengakomodasi keragaman antar daerah; kebijakan wajib belajar dilengkapi dengan kebijakan hak belajar; kebijakan penataan profesi guru agar semakin inklusif dan profesional; serta kebijakan peningkatan otonomi serta perbaikan tata kelola perguruan tinggi,” jelas Nino, sapaan akrab Anindito.

Share this Post