Jakarta, BPHN.go.id – Membuat konten informasi hukum yang mudah dipahami seluruh lapisan masyarakat bukan hal yang mudah. Istilah hukum yang kompleks dan teknis sering menyulitkan masyarakat awam ketika mencerna isi peraturan perundang-undangan. Diperlukan strategi bagi pemerintah dalam mengolah informasi hukum agar mudah diterima dan dimengerti sesuai teks dan konteks.

Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R. Benny Riyanto, mengatakan bagian humas punya peran yang sentral dalam melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas berkenaan dengan tugas dan fungsi maupun capaian yang diraih sebuah institusi. Namun, yang menjadi tantangan adalah apakah informasi yang tersebar luas itu dapat dipahami secara utuh oleh masyarakat, karena jangan sampai informasi yang tersebar luas itu justru dimaknai sebaliknya oleh masyarakat.

“Humas sebagai jendela informasi, kedudukannya sangat vital. Dia harus mampu ‘menjual’ (dalam konteks yang positif) produk yang dihasilkan institusi kepada masyarakat,” kata Kepala BPHN dalam Webinar Kehumasan bertajuk BPHNTalks#1: “Strategi Komunikasi Pemerintah Dalam Mempopulerkan Informasi Hukum”, Rabu (16/12) yang digelar virtual dan ditayangkan secara live streaming melalui Youtube bphnTV Official.

Informasi hukum yang baik, kata Kepala BPHN, adalah informasi yang pesannya mudah dicerna dan dipahami secara utuh oleh masyarakat. Sensitivitas bagian humas, sebagai pembuat konten harus terus diasah agar semakin jeli dalam menangkap kebutuhan informasi yang diperlukan masyarakat. Kita cukup beruntung, karena dalam era digital ini, kita dapat memanfaatkan monitoring media untuk mengetahui informasi apa yang paling banyak disukai, dicari, dan dinanti oleh masyarakat. Sehingga, informasi hukum yang disebarluaskan tetap sasaran sesuai dengan kebutuhan informasi dari masyarakat.

“Kita perlu mendorong bersama, melalui komunikasi pemerintah ini bisa menaikan minat baca sehingga kasus gagal paham terkait regulasi baik teks dan konteks bisa diminimalisasi,” kata Kepala BPHN. 

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Audy Murfi MZ mengatakan, keterbukaan informasi publik merupakan ciri penting dari Negara demokratis. Konstitusi Negara kita juga menegaskan bahwa hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagai hak asasi manusia yang dijamin. Sayangnya, tumbuh pesatnya teknologi informasi memberi konsekuensi yang positif dan negatif. Sisi positifnya, akses informasi makin mudah, cepat, murah bahkan gratis. Sementara, negatifnya, persebaran informasi yang cepat ini tidak diimbangi dengan tingkat literasi mayarakat yang tinggi sehingga informasi yang tidak valid sering ‘ditelan’ mentah-mentah oleh masyarakat.

“Pro dan kontra menjadi lumrah ketika perbedaan dan perdebatan itu terjadi di dalam ruang sidang, karena hakim, jaksa, dan advokat adalah orang-orang yang ahli atau menguasi ilmu hukum. Bagaimana bila perbedaan ini, dibahas di ruang media sosial? Yang tidak seluruhnya menguasai ajaran hukum secara baik dan mumpuni. Dan seringkali muncul pakar hukum ‘dadakan’ yang pandangannya tidak berdasar dengan asas dan teori hukum, tetapi dipercaya masyarakat pengguna media sosial,” kata Audy.

Audy menjelaskan, BPHNTalks#1 merupakan seri webinar yang diselenggarakan Bagian Humas, Tata Usaha, dan Kerja Sama BPHN yang akan membahas berbagai topik berkaitan dengan isu hukum yang tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat dengan menampilkan narasumber-narasumber kompeten. Terkait dengan webinar pagi hari ini, Audy berharap para perserta memahami bagaimana strategi dalam menyajikan konten-konten yang populis melalui visual yang menarik serta narasi yang lebih persuasif.

“Mempopulerkan informasi hukum yang baik adalah dengan membuat konten yang menjangkau khalayak ramai namun dari segi teks ataupun konteksnya disampaikan secara utuh dan bernas,” kata Audy.

Dalam BPHNTalks#1 ini, BPHN Kementerian Hukum dan HAM menghadirkan dua narasumber berpengalaman di bidang pembuatan konten, yakni Bane Raja Manalu (Tim Strategi Komunikasi Kementerian Hukum dan HAM RI) dan Arasy Pradana (Legal Clinic Innovation Manager Hukumonline.com). Dalam sesi itu, Bane mengamini bahwa membuat konten bukanlah pekerjaan yang mudah dan bisa dilakukan sambil lalu. Di sini, Bane mendorong humas berperan sebagai news room layaknya ‘dapur’ media massa yang mengerjakan setiap konten secara serius. 

Sementara itu, bagi Arasy, membuat konten ibarat melakukan penelitian hukum. Yang membedakan adalah penelitian hukum diperuntukkan untuk kepentingan keilmuan sementara itu membuat konten, dari pengalamannya selama ini, berangkat dari beberapa pertimbangan, yakni informasi tersebut sedang trending, isu tersebut berlaku timeless yang dibalut dengan judul yang memantik keingintahuan, desain yang mencolok mata serta informasi apa yang penting dan relevan yang diperlukan masyarakat. (NNP)

Share this Post