Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Prof. Benny Riyanto hadir dalam acara Seminar Nasional dan Pelatihan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Harmonis dan Responsif†yang diselenggarakan oleh Laboratorium Hukum Universitas Brawijaya yang bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI serta Asosiasi Pengajar Hukum HTN dan HAN Jawa Timur, selama dua hari Rabu hingga Kamis, tanggal 16 – 17 Oktober 2019. Hadir pula sebagai Narasumber, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Djoko Pudjirahardjo, S.H.,M.Hum.
Dalam paparannya Prof. Benny menjelaskan bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan: â€Negara Indonesia adalah negara hukum.†Negara hukum yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD UUD NRI 1945 adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan, di mana di dalamnya tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Pembangunan hukum sebagai salah satu katalisator pembangunan bangsa perlu ditopang dengan sistem hukum nasional yang mantap dengan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini perlu didukung oleh sistem pendidikan hukum dan insan-insan hukum untuk menegakkan hukum dan keadilan, yang tidak sekedar dibekali ilmu yang baik, tetapi juga memiliki integritas diri yang adil, jujur, dan humanisâ€, Jelas Prof. Benny.
Dukungan ini sangat penting terutama di dalam menghadapi globalisasi dan era pembangunan industri 4.0. Untuk merespon globalisasi dan perkembangan teknologi informasi maka pendidikan hukum perlu diarahkan pada pengembangan individu dalam pengusahaan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) yang berpijak pada realitas sosial, dan budaya yang sangat beragam (multikultural).| Oleh karena itu, maka pendidikan hukum harus diarahkan agar para mahasiswa dapat memecahkan masalah hukum, dengan berpikir analitis, inovatif dan kreatif dalam menafsirkan hukum untuk menerapkannya pada kasus-kasus yang dihadapinya.
Dengan didasarkan pada hukum yang berwatak Pancasila, maka pembangunan nasional Indonesia akan berpijak pada nilai-nilai yang berasal dari budaya Indonesia sendiri dan harus dilakukan dari dalam Indonesia sendiri, tidak serta merta mengakomodir nilai-nilai dari luar negeri. Sebagai contoh, perlu kiranya melihat model pembangunan di Jepang, sekalipun arus globalisasi bergerak, tetapi Jepang tetap menerapkan prinsip voluminous, systematic, comprehensive and meticulously detailed. Nilai-nilai hukum nasionalnya tetap dipertahankan, namun tidak menjadikan Jepang inferioritas di mata dunia, justru menjadi negara maju tanpa tercerabut dari akar budayanya.
Upaya untuk melahirkan para sarjana hukum, yang dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila ini perlu dibekali dengan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi di era industri 4.0 menuju 5.0 ini. Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif . Pengertian populernya adalah pembangunan di bidang teknologi informasi.
Dengan mencermati kondisi-kondisi tersebut, maka saat ini diharapkan menjadi titik kebangkitan pembangunan hukum nasional yang tidak hanya mengakomodir kepentingan ideology dan filosofis yang bersumber pada budaya asli bangsa Indonesia yaitu Pancasila, namun juga mampu mengakomodir kemajuan teknologi informasi dakam pembangunan industry 4.0 sehingga kita akan lebih mudah dalam beradaptasi menuju era society 5.0.