BPHN.GO.ID - Jakarta. Dunia pendidikan saat ini tengah mendapat sorotan publik terkait kasus perundungan (bullying) yang terjadi pada mahasiswa, khususnya pada lingkup pendidikan tinggi kedokteran. Fenomena ini mengkhawatirkan karena memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental, emosional, dan sosial peserta didik.
Berdasarkan survey Asosiasi Pendidikan Tinggi Indonesia pada tahun 2022, disebutkan bahwa satu dari lima mahasiswa mengaku pernah menjadi korban perundungan/bullying di perguruan tinggi. 34% di antaranya mengalami bentuk perundungan verbal atau psikologis, sedangkan 16% lainnya mengalami perundungan fisik atau seksual.
Lebih lanjut, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat sekitar 520 laporan perundungan/bullying yang masuk dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham bermaksud mengambil peran pembinaan hukum nasional melalui penyebarluasan informasi hukum sebagai tindakan pencegahan terhadap kasus perundungan di kemudian hari. Hal tersebut yang diwujudkan melalui kegiatan Penyuluhan Hukum Serentak, yang digelar di 66 titik pelaksanaan di seluruh Indonesia, mulai 18 hingga 25 September 2024.
Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana menegaskan bahwa perundungan merupakan tindakan pelanggaran hukum yang harus dihentikan agar dunia pendidikan dapat membangun soft skill dan hard skill peserta didiknya secara terpadu.
“Peserta didik tidak hanya diberikan pendidikan dan pengetahuan yang baik, namun juga bagaimana membangun mental, karakter, terutama sistem nilai yang berbudaya dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Widodo di Jakarta.
Sekretaris BPHN, I Gusti Putu Milawati, mengatakan bahwa maraknya kasus perundungan ini menuntut perhatian lebih dari berbagai pihak, termasuk juga orang tua, tenaga pengajar, institusi pendidikan, instansi pemerintah, serta masyarakat luas. Oleh karena itu, BPHN turut menggandeng Kantor Wilayah Kemenkumham serta Organisasi Bantuan Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia agar tujuan kegiatan ini lebih teramplifikasi.
"Melalui langkah-langkah preventif dan intervensi yang tepat, diharapkan perundungan dapat diminimalisir, sehingga setiap individu dapat berkembang optimal tanpa rasa takut dan tekanan yang tidak perlu. Selain itu, pencegahan perundungan di perguruan tinggi membutuhkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi," tegas Milawati.
Milawati berpendapat bahwa pencegahan tidak hanya dapat dilakukan dengan sikap dan tindakan tegas saja, namun perlu dilakukan pembinaan, bimbingan dan penyebarluasan informasi hukum. Rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung hal tersebut antara lain melalui penyuluhan hukum, sosialisasi, workshop, seminar, dan lain sebagainya.
"Perlu adanya upaya advokasi, perlindungan, dan pendampingan terhadap para korban oleh institusi negara selaku pelaksana program, baik dalam dunia pendidikan maupun kesehatan. Ini dilakukan demi memperbaiki dinamika sosial dalam seluruh jenjang pendidikan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutup Milawati.